Jumat, 22 Mei 2015

Doa setelah tasyahud sebelum salam


Disunnahkan banyak berdoa setelah membaca tasyahud, dan sebelum salam.

Terdapat banyak hadits, yang menganjurkan kita untuk banyak berdoa setelah kita membaca tasyahud.
Rasuulullaah shallalaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

لا تقولوا السَّلامُ على اللهِ فإنّ اللهَ هو السَّلامُ ولكن إذا جلس أحدُكم فليقُلْ التَّحيَّات للهِ والصَّلواتُ والطَّيباتُ السَّلامُ عليك أيها النبيُّ ورحمةُ اللهِ وبركاتُه السَّلامُ علينا وعلى عبادِ اللهِ الصَّالحينَ فإنكم إذا قلتُم ذلك أصاب كلَّ عبدٍ صالحٍ في السماءِ والأرضِ أو بين السماءِ والأرضِ أشهد أن لا إله إلا اللهُ وأشهد أن محمدًا عبدُه ورسولُه ثم لِيتخيَّرْ أحدُكم من الدعاءِ أعجبَه إليه فيدعو بهِ

Janganlah kalian berkata: ‘assalaamu ‘alaLLaah’ (Keselamatan atas Allaah), karena Dia-lah as-salaam. Jika kalian duduk (tasyahud), maka ucapkanlah: ‘at tahiyaatu lillaah, wash shalaatutuh thayyibaat, assalaamu ‘alayka ayyuhannabiy warahmatullaahi wabarakaatuh, assalaamu ‘alayna wa ‘ala ibaadillaahish shaalihiin’. Jika kalian telah berkata demikian, maka doa tersebut akan meliputi SELURUH hamba yang shaalih di langit maupun di bumi, maupun diantara keduanya. (Kemudian katakanlah) ‘asyhadu an laa ilaaha illaLLaah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh’. Kemudian hendaklah diantara kalian memilih doa, yang kalian berdoa dengannya.
(HR Ahmad, al Bukhaariy, Abu Daawud, dll)

Beliau juga bersabda:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللَّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ

“Apabila salah seorang diantara kalian melakukan shalat maka hendaknya ia memulai dengan memuji Allaah, kemudian bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian berdoalah setelah itu dengan doa yang ia kehendaki.”
(HR. Tirmidziy, dan beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahiih)

Beliau juga bersabda:
إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ
Jika salah seorang dinatara kalian tasyahud, maka berlindunglah kepada Allaah dari empat hal… [akan disinggung haditsnya dibawah]
(HR Muslim dan selainnya)

Disebutkan juga, bahwa berkata Mihjan ibnul Adra':

أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ دخلَ المسجدَ ، إذا رجلٌ قد قَضى صلاتَهُ وَهوَ يتشَهَّدُ ، فقالَ

Sesungguhnya Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam masuk masjid, dan ternyata ada seorang lelaki yang sedang menunaikan shalat dan sedang dalam TASYAHUD, dan ia berdoa [dalam tasyahudnya, dengan doa -yang nanti akan disebutkan dibawah-]
(Shahiih, an Nasaa-iy dan selainnya)

Disebutkan juga dalam hadits Anas, bahwa beliau berkata:

كنتُ معَ رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ جالسًا ـ يَعني ـ ورجلٌ قائمٌ يصلِّي ، فلمَّا رَكَعَ وسجدَ وتشَهَّدَ دعا ، فقالَ في دعائِهِ
Dahulu aku pernah duduk bersama Rasuulullaah -shallallaahu ‘alayhi wa sallam-, dan ada seorang yang sedang berdiri dalam shalantya, kemudian ia ruku’, sujud, dan berdoa dalam tasyahudnya. Dan ia berkata dalam doanya [doa -yang nanti akan disebutkan dibawah-]
(Shahiih, an Nasaa-iy dan selainnya)

Berdoa lebih utama sebelum salam, adapun dzikir maka setelah shalat

Berkata Syaikh ibnul ‘Utsaimiin rahimahullaah tentang ‘dubur shalat’ :
“Dubur dari sesuatu merupakan bagian darinya, seperti dubur hewan. Sesungguhnya hewan mempunyai dubur, dan dubur-nya ada pada tubuh hewan itu sendiri. Begitu pula dengan dubur shalat1, merupakan bagian dari shalat.

Apabila Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam membimbing kita untuk berdoa setelah tasyahud, maka doa yang ditaqyid dengan ‘dubur’, tempatnya adalah sebelum salam di akhir shalat. Adapun setelah shalat, yang ada adalah dzikir….”
[Asy-Syarhul-Mumti’, 3/62 – via Syamilah; dari blog ustadz abul jauzaa].

Beliau juga berkata:
“…Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa apabila engkau ingin berdo’a kepada Allah, maka berdo’alah kepada-Nya sebelum salam.

Hal ini karena dua alasan :
Alasan pertama : Inilah yang diperintahkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membicarakan tentang tasyahud, “Jika selesai (dari tasyahud), maka terserah dia untuk berdo’a dengan do’a yang dia suka.”

Alasan kedua : Jika engkau berada dalam shalat, maka berarti engkau sedang bermunajat kepada Rabbmu. Jika engkau telah selesai mengucapkan salam, berakhir pula munajatmu tersebut. Lalu manakah yang lebih afdhol (lebih utama), apakah meminta pada Allah ketika bermunajat kepada-Nya ataukah setelah engkau berpaling (selesai) dari shalat? Jawabannya, tentu yang pertama yaitu ketika engkau sedang bermunajat kepada Rabbmu.
[Liqo’at Al Bab Al Maftuh, kaset no. 82, dari rumaysho]

Maka hendaknya kita tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, meskipun hanya memanjatkan salah satu doa, dari doa-doa yang diajarkan Rasul pada kondisi ini (inilah yang lebih utama), atau berdoa dengan doa yang kita inginkan untuk kebaikan dunia dan aakhrat kita.

Diantara doa-doa yang dibaca setelah tasyahud sebelum salam

Catatan: Doa-doa ini boleh dibaca seluruhnya (jika kita ingin), atau sebagiannya (baik sebagian besar atau sebagian kecil), atau boleh pula cuma beberapa, atau boleh pula cuma salah satu darinya.

Membaca:

اللَّهمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا ، وَلا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا أَنْتَ , فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ ، وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Allaahumma inni zhalamtu nafsiy zhulman katsiiraa, wa laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta, faghfirliy magfiratan min ‘indik, warhamniy innaka antal ghafuurur rahiim
Yaa Allaah, sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku dengna kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang mengampuni dosa melainkan Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisiMu, dan rahmatilah aku; sesungguhnya engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(HR Bukhaariy dan Muslim)2

Dan/atau membaca
اللَّهمَّ إنِّي أسألُكَ يا اللَّهُ بأنَّكَ الواحدُ الأحدُ الصَّمدُ ، الَّذي لم يَلِدْ ولم يولَدْ ولم يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ ، أن تغفِرَ لي ذُنوبي ، إنَّكَ أنتَ الغَفورُ الرَّحيمُ
Allaahumma inni as-aluka yaa Allaah, bi annakal waahidul ahadush shamad, alladziy lam yalid wa lam yuulad wa lam yakul-lahu kufuwan ahad, an taghfiraliy dzunuubiy innaka antal ghafuuur rahiim
Ya Allaah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu yaa Allaah, Yang Maha Esa lagi tempat bergantungnya seluruh makhluq, Yang tidak berank, tidak pula diperanakkan, dan tidak ada yang setara denganNya, agar engkau mengampuni dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(HR Ahmad, Abu Dawud, an Nasaa-iy, Ibnu Khuzaymah, al Haakim, dishahiihkannya dan disepakati adz Dzahabiy dan al albaaniy)3

Dan/atau membaca

اللَّهُمَّ اغْفِرْ ﻟِﻲ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَﺳْﺮَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَﺳْﺮَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي
Allaahummaghfirly maa qaddamtu wa maa akh-khartu wa maa as-rartu wa maa a’lantu wa maa asraftu wa maa anta a’lamu bihi minniy
‘Yaa Allâh Ta’âla ampunilah dosaku yang telah aku lakukan dan (dosa akibat dari kewajiban) yang telah aku tinggalkan, (dosa) yang aku rahasiakan dan yang aku lakukan dengan terang-terangan, serta (segala hal) yang aku telah melakukan dengan berlebihan dan segala dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripadaku.
أَنْتَ الْـمُقَدِّمُ وَ أَنْتَ الْـمُؤَخَّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
Anta al-muqaddim wa anta al-muakhkhir, laa ilaaha illaa anta
Engkau adalah al Muqaddim (Dzat Yang memajukan orang yang Engkau kehendaki dengan sebab mentaati-Mu atau sebab lainnya) dan Engkau adalah al Muakhkhir (Yang memundurkan orang yang Engkau kehendaki). Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Engkau'”.
(HR. Ibnu Hibbaan dan selainnya)4

Dan/atau membaca

اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Allaahumma a’inniy ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik
“Ya Allah, bantulah aku agar senantiasa berdzikir, bersyukur dan beribadah dengan baik kepada-Mu”.
(HR. Abu Dawud dan yang lainnya. Hadits ini dinilai sahih oleh al-Hakim, Ibn Khuzaimah, Ibn Hibban dan al-Albani)5

Dan/atau membaca
اللَّهمَّ إنِّي أسألُكَ الجنَّةَ، وأَعوذُ بِكَ منَ النَّارِ
Allaahumma inni as-alukal jannah, wa a’udzubika minann naar
Ya Allaah, aku meminta kepadaMu surga, dan berlindung darimu dari neraka
(HR Ahmad, Abu Daawud, ibnu Maajah, dan selainnya; shahiih)6

Dan/atau membaca

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
Allaahumma inni a’uudzubika min ‘adzaabil qabr, wa ‘adzaabi jahannam, wa min fitnatil mahyaa wal mamaat, wa min fitnatil masiihid dajjaal.
“Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari siksaan kubur, siksa neraka Jahanam, fitnah kehidupan dan setelah mati, serta dari kejahatan fitnah Almasih Dajjal.”
(HR al Bukhaariy Muslim, dll)7

Dan/atau membaca

اللَّهُمَّ حَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا
Allaahumma haasibniy hisaaban yasiiraa
Yaa Allaah hisablah aku dengan hisab yang mudah
(HR Bukhaariy, dan selainnya)8

Dan/atau membaca

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
Allaahumma inni a’uudzubika minal ma’tsami wal maghrami
“Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari perbuatan dosa dan hutang.”
(Keduanya diriwayatkan oleh Bukhariy, Muslim, dan selainnya)9

Dan/atau membaca

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الْقَبْرِ
Allaahumma inni a’uudzubika minal bukhli, wa a’uudzubika minal jubni, wa a’uudzubika min an araddal ‘umuri, wa a’uudzubika min fitnatil dunyaa, wa ‘adzaabil qabr
“Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari sifat kikir, aku berlindung pada-Mu dari hati yang lemah, aku berlindung dari dikembalikan ke umur yang jelek, aku berlindung kepada-Mu dari musibah dunia dan aku berlindung pada-Mu dari siksa kubur.
(HR an Nasaa-iy, shahiih)10

Dan/atau membaca

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الصَّدْرِ، وَسُوءِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
“Allaahumma innii a’uudzubika min ‘adzaabin-naar wa min ‘adzaabil-qabri, wa min fitnaish-shadr, wa suuil-mahyaa wal-mamaati
(Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab neraka, adzab kubur, fitnah hati, dan kejelekan kehidupan dan sesudah mati)”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 1002; shahih)11

Dan/atau membaca

اللهم إني أعوذ بك من الكفر ، والفقر ، وعذاب القبر
Allaahumma inni a’uudzubika minal kufr wal faqr, wa ‘adzaabil qabr
Yaa Allaah, aku berlindung dari kekufuran dan kefakiran, dan ‘adzab kubur.
(HR an Nasaa-iy, at tirmidziy, dll; dishahiihkan syaikh al-albaaniy)12

Dan/atau membaca

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي وَخَطَايَايَ ، اللَّهُمَّ أَنْعِشْنِي ، وَاجْبُرْنِي ، وَاهْدِنِي لِصَالِحِ الأَعْمَالِ وَالأَخْلاقِ ، فَإِنَّهُ لا يَهْدِي لِصَالِحِهَا ، وَلا يَصْرِفُ سَيِّئَهَا إِلا أَنْتَ
Allaahummaghfirliy dzunuubiy wa khathaayaaya, Allaahumma an’isyniy waj’burniy wahdiniy lishaalihil a’maali wal akhlaaq. Fa innahu laa yahdi li shaalihihaa wa laa yashrifu sayyiahaa illaa anta
Ya Allah ampunilah dosa-dosa dan kesalahanku, Ya Allah angkatlah (derajatku) dan cukupkanlah (hidupku), bimbinglah aku kepada amal dan akhlak yang shalih (baik), karena tidak ada yang membimbing kepada yang shalih dan memalingkan dari yang buruk kecuali Engkau
(HR ath Thabraaniy, Ibnus sunniy, dan selainnya; dihasankan Syaikh al Albaaniy dalam Shahiihul Jaami’)13

Dan/atau membaca

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ ، وَأَسْأَلُكَ عَزِيمَةَ [على] الرُّشْدِ ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ ، وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ لِسَانًا صَادِقًا ، وَقَلْبًا سَلِيمًا
Allaahumma inni as-aluka ats tsabaata fil amri, wal ‘aziimata ‘alar rusydi, wa as-aluka syukra ni’matik, wa husni ‘ibaadatik, wa as-aluka lisaanan shaadiqan, wa qalban saliiman
Ya Allaah aku meminta kepadaMu ditetapkan diatas urusan (agamaku), dan diberi tekad yang kuat (untuk meniti jalan) diatas petunjuk, serta agar aku dapat memperbaiki ibadahku kepadaMu. Aku meminta kepadaMu lisan yang benar/jujur, dan hati yang selamat

وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ مِمَّا تَعْلَمُ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
wa a’uudzubika min syarri maa ta’lam, wa as-aluka min khayri maa ta’lam, wa astaghfiruka mimma ta’lam, innaka anta ‘allaamul ghuyuub
Dan aku berlindung kepadaMu dari segala keburukan yang engkau ketahui, dan aku memohon kepadaMu dari segala kebaikan yang engkau ketahui, dan aku memohon ampun kepadaMu dari apa-apa yang engkau ketahui (dariku), sesungguhnya engkau Dzat Yang Maha Mengetahui perkara yang ghayb.
(HR Ahmad, at tirmidziy, an nasaa-iy, dll; terdapat dalam ash shahiihah 3228)14

Dan/atau membaca

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَمِلْتُ وَمِنْ شَرِّ مَا لَمْ أَعْمَلْ
allaahumma inni a’uudzubika min syarri maa ‘alimtu, wa min syarri maa a’mal.
‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang telah kuperbuat dan keburukan yang belum aku perbuat.”
(Shahiih, HR Nasaa-iy, Abu Daawud, ibnu Maajah, dll; dishahiihkan syaikh al Albaaniy)15

Dan/atau membaca

اللَّهمَّ إنِّي أسألُكَ بأنَّ لَكَ الحمدَ لا إلَهَ إلَّا أنتَ المنَّانُ بديعُ السَّماواتِ والأرضِ ، يا ذا الجلالِ والإِكْرامِ ، يا حيُّ يا قيُّومُ
Allaahumma inni as-aluka bi anna lakal hamd, laa ilaaha illaa anta, al mannaanu badii’us-samaawaati wal ardh, yaa dzal jalaali wal ikraam, yaa hayyu yaa qayyuum…
Yaa Allah, aku memohon kepadaMu (dengan mempersaksikan) bahwa bagiMu segala pujian, tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau, (Engkaulah) Maha Pemberi, (Engkaulah) Pencipta langit dan bumi. Wahai Dzat yang memiliki keagungan, serta kemuliaan, wahai Dzat yang Maha Hidup, lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya)
(HR an Nasaa-i dan selainnya; shahiih)16

Dan/atau membaca
اللَّهُمَّ بِعِلْمِكَ الْغَيْبَ وَقُدْرَتِكَ عَلَى الْخَلْقِ
Allahumma bi ‘ilmikal ghayb, wa qadratika ‘alal khalqi
‘Ya Allah dengan ilmu-Mu terhadap hal gaib dan kekuasaan-Mu atas makhluk,
أَحْيِنِي مَا عَلِمْتَ الْحَيَاةَ خَيْرًا لِي
ahyiniy maa ‘alimtal hayaata khayran liy
hidupkanlah aku selagi Engkau mengetahui bahwa hidup itu lebih baik bagiku,
وَتَوَفَّنِي إِذَا عَلِمْتَ الْوَفَاةَ خَيْرًا لِي
wa tawaffaniy idzaa ‘alimtal wafaata khayran liy
dan matikanlah aku jika Engkau mengetahui bahwa mati lebih baik bagiku.
اللَّهُمَّ وَأَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
Allahumma wa as-aluka khasy-yataka fil ghaybi wasy syahaadah
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu rasa takut kepada-Mu saat nampak ataupun saat tidak nampak.
وَأَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الْحَقِّ فِي الرِّضَا وَالْغَضَبِ
wa as-aluka kalimatal haqqi fir ridhaa wal ghadhab
Dan aku memohon kepadamu (agar aku berkata) kalimat yang haq dalam keadaan senang ataupun marah
وَأَسْأَلُكَ نَعِيمًا لَا يَنْفَدُ
wa as-aluka na’iiman laa yanfad
Aku memohon kenikmatan tanpa habis
وَأَسْأَلُكَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى
wa as-alukal qashdal faqr wal ghina
Aku memohon kesederhanaan saat fakir dan kaya.
وَأَسْأَلُكَ قُرَّةَ عَيْنٍ لَا تَنْقَطِعُ
wa as-aluka qurrata ‘ainin laa tanqathi’
dan aku memohon kepadamu kesenangan tanpa henti.
وَأَسْأَلُكَ الرِّضَاءَ بَعْدَ الْقَضَاءِ
wa as-aluka ar ridhaa-a ba’dal qadhaa-i
Aku memohon keridhaan setelah adanya keputusan
وَأَسْأَلُكَ بَرْدَ الْعَيْشِ بَعْدَ الْمَوْتِ
wa as-aluka bardal ‘aysy ba’dal mawt
dan aku memohon kenyamanan hidup setelah mati
وَأَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ فِي غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ وَلَا فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ
wa as-aluka ladzdzatan nazhari ila wajhika wasy syawqa ila liqaa-ika fiy ghayri dharaa-a mudhirratin wa laa fitnatin mudhillah
dan aku memohon kelezatan memandang kepada wajah-Mu serta keridhaan berjumpa dengan-Mu tanpa ada bahaya yang membahayakan dan tanpa fitnah yang menyesatkan.
اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ
Allahumma zayyinnaa bi ziinatil iimaan waj ‘alnaa hudaatan muhtadiin
Ya Allah, hiasilah kami dengan hiasan iman dan jadikanlah kami orang yang menyampaikan hidayah dan yang mendapatkan hidayah.”
(Shahiih, driwayatkan oleh an Nasaa-iy, dishahiihkan syaikh al albaaniy dalam shahiih an nasaa-iy)17

Catatan Kaki
  1. Terdapat banyak hadits yang menyebutkan tentang “dubur shalat”, diantaranya, bahwa Rasuulullaah bersabda: يَا مُعَاذُ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ، فَقَالَ: أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
    “Wahai Mu’aadz, demi Allah sungguh aku mencintaimu, demi Allah sungguh aku mencintaimu. Aku akan berwasiat kepadamu wahai Mu’aadz. Janganlah engkau tinggalkan doa di akhir setiap shalat (fii duburi kulli shalaah). Bacalah : Allaahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik (Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa mengingat-Mu, mensyukuri-Mu, dan ibadah kepada-Mu dengan baik)”
    (Diriwayatkan oleh Abu Daawud; shahih)
    Terdapat pula hadits lain seperti:
    كَتَبَ الْمُغِيرَةُ: إِلَى مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ: أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ إِذَا سَلَّمَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ ”
    Al-Mughiirah pernah menulis surat kepada Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca di akhir setiap shalat apabila selesai salam : Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu, lahul-mulku walahul-hamdu wahuwa ‘alaa kulli syain-qadiir. Allaahumma laa maani’a limaa a’thaita walaa mu’thiya limaa mana’ta, walaa yanfa’u dzal-jaddi minkal-jaddu”
    (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy)
    Para ulama berbeda pendapat, dimanakah tempat dubur shalat tersebut? Yang benar, adalah seperti yang dirajihkan syaikh ibnul ‘utsaimiin diatas. Jika berkaitan dengan doa, maka dibaca pada saat setelah membaca tasyahud sebelum salam. Dan jika berkaitan dengan dzikir, maka dibacanya setelah selesai salam
    Wallaahu a’lam
  2. Dari ‘Abdullaah ibn ‘Amr radhiyallaahu ‘anhumaa: أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلِّمْنِي دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِي صَلاتِي . قَالَ
    Sesungguhnya (Abu Bakar) berkata kepada Rasuulullaah: “ajarkanlah kepadaku doa yang kubaca dalam shalatku”… Rasuulullaah bersabda: “Katakanlah…” (doa diatas) 
  3. Berkata Mihjaan ibnul Adra': أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ دخلَ المسجدَ ، إذا رجلٌ قد قَضى صلاتَهُ وَهوَ يتشَهَّدُ ، فقالَ
    Sesungguhnya Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam masuk masjid, dan ternyata ada seorang lelaki yang sedang menunaikan shalat dan sedang dalam tasyahud, dan ia berdoa (dalam tasyahudnya, dengan doa diatas)
    فقالَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ: قَد غَفرَ اللَّهُ لَهُ ، ثلاثًا
    Maka Rasuulullaah berkata: Sungguh Allaah telah mengampuninya, Sungguh Allaah telah mengampuninya, Sungguh Allaah telah mengampuninya.
  4. ‘Aliy bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Kebiasaan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengucapkan doa diatas diantara tasyahud akhir dan salam..”
  5. Rasuulullaah bersabda: أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ
    “Wahai Mu’adz, aku wasiatkan padamu agar setiap akhir shalat tidak meninggalkan untuk membaca (doa diatas)”
  6. Diriwayatkan dari beberapa shahabat nabi, bahwa: قال النبي صلى الله عليه وسلم لرجل كيف تقول في الصلاة قال أتشهد ثم أقول اللهم إني أسألك الجنة وأعوذ بك من النار أما إني لا أحسن دندنتك ولا دندنة معاذ فقال النبي صلى الله عليه وسلم حولها ندندن
    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seseorang, “Doa apa yang engkau ucapkan dalam shalat?” Orang tersebut menjawab, “Aku meminta surga kepada Allah Azza wa Jalla dan berlindung kepada-Nya dari neraka.” Aku tidak mampu melakukan sebaik seruanmu dan seruan Muadz.” Orang itu mengisyaratkan betapa banyaknya doa dan usaha beliau dan Muadz dalam meminta. Kemudian Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di seputar itulah seruan kami.”
  7. Dari Abu Hurayrah, bahwa Rasuulullaah bersabda: إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ يَقُوْلُ
    Jika salah seorang dinatara kalian tasyahud, maka berlindunglah kepada Allaah dari empat hal, dengan berdoa (doa diatas)
  8. Berkata ‘Aa-isyah: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ في بعض صلاته
    Aku mendengar Rasuulullaah berdoa dalam sebagian shalatnya
    يَا رَسُولَ اللَّهِ , مَا الْحِسَابُ الْيَسِيرُ ؟ فَقَالَ : ” هُوَ أَنْ يَنْظُرَ فِي سَيِّئَاتِهِ فَيَتَجَاوَزَ لَهُ عَنْهَا , فَإِنَّهُ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ فَقَدْ هَلَكَ , وَمَا أَصَابَ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَكْبَةٍ إِلا كَفَّرَ بِهَا عَنْهُ مِنْ سَيِّئَاتِهِ , حَتَّى الشَّوْكَةِ يَشُوكُهُ
    Wahai Rasuulallaah, apa itu hisab yang mudah? Rasuulullaah bersabda: Seseorang yang Allah melihat kitabnya lalu memaafkannya. Karena orang yang diperdebatkan hisabnya pada hari itu, pasti celaka wahai Aisyah. Dan SETIAP musibah yang menimpa seorang MUKMIN, maka Allah akan menghapus (dosanya) karenanya, bahkan sampai duri yang menusuknya.”
    (Diriwayatkan Ahmad, al Haakim dan selainnya; dishahiihkan al haakim, disepakati adz Dzahabiym dan dinilai jayyid oleh al Albaaniy)
  9. Dari ‘Aa-isyah, bahwa beliau berkata: أن رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان يَدْعو في الصلاةِ
    Sesungguhnya Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam pernah berdoa dalam shalatnya (dengan doa diatas)
  10. Berkata Abu Sa’id al Khudriy: إن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان يتعوذ بهن في دبر كل صلاة
    Sesungguhnya Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam berlindung (kepada Allaah) dari hal tersebut, dalam setiap shalat
  11. Diriwayatkan: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: مَا صَلَّى نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعًا أَوِ اثْنَتَيْنِ، إِلا سَمِعْتُهُ يَدْعُو
    dari Abu Hurairah, ia berkata : “Tidaklah Nabiyullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat empat raka’at atau dua raka’at kecuali aku mendengar beliau berdoa (dengan doa diatas)
  12. Berkata Abi Bakrah: إن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يقولهن في دبر الصلاة
    Sesungguhnya Rasuulullaah membaca doa tersebut pada dubur shalat.
  13. Berkata Abu Umaamah al Baahiliy: ما دنوتُ مِن رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ في دُبُرِ مَكْتوبةٍ ولا تطوُّعٍ إلَّا سَمِعْتُهُ يدعو بهؤلاءِ الكلماتِ لا يزيدُ فيهنَّ ولا ينقصُ منهن
    “Tidaklah aku mendekati Rasuulullaah disetiap akhir shalat sunnah maupun wajib, kecuali beliau membaca kalimat-kalimat berikut, yang tanpa aku tambahi tidak pula aku kurangi…”
    (HR ath Thabraaniy, Ibnus sunniy, dan selainnya; dihasankan Syaikh al Albaaniy dalam Shahiihul Jaami’)
  14. Berkata Syadaad bin Aus radhiyallaahu ‘anhu: كان رسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ يقولُ في صلاتِهِ
    Rasuulullaah pernah berdoa dalam shalatnya (dengan doa diatas)
  15. dari Farwah bin Naufal, dia berkata; ‘Aku berkata kepada ‘Aa-isyah, حدثيني بشيءٍ كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلم يدعو به في صلاتهِ
    “Beritahukanlah kepadaku doa yang dipanjatkan Rasulullah Shalallah ‘Alaihi Wa Sallam dalam shalatnya.”
    Maka ‘Aa-isyah berkata:
    نعم كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلم يقولُ
    Ya, dahulu Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam membaca (doa diatas)
  16. Anas bin Maalik berkata: كنتُ معَ رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ جالسًا ـ يَعني ـ ورجلٌ قائمٌ يصلِّي ، فلمَّا رَكَعَ وسجدَ وتشَهَّدَ دعا ، فقالَ في دعائِهِ
    Dahulu aku pernah duduk bersama Rasuulullaah -shallallaahu ‘alayhi wa sallam-, dan ada seorang yang sedang berdiri dalam shalantya, kemudian ia ruku’, sujud, dan berdoa dalam tasyahudnya. Dan ia berkata dalam doanya (doa diatas)
    Rasuulullaah bersabda:
    سْمِهِ الْعَظِيمِ الَّذِي إِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ وَإِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى
    “Sungguh ia telah berdoa kepada Allah dengan namaNya yang agung, yang apabila dipanjatkan doa kepadaNya dengan nama tersebut maka Dia akan mengabulkannya, dan apabila Dia diminta dengan nama tersebut maka Dia akan memberinya.”
    (Shahiih HR. Abu Dawud; dishahiihkan syaikh al Albaaniy)
  17. ‘Ammar bin Yasir menukilkan bahwa beliau mendengar bahw doa tersebut pernah dipanjatkan Rasulullah dalam shalatnya…. 
 -------------------
Sumber : https://abuzuhriy.wordpress.com/2013/07/04/doa-setelah-tasyahud-sebelum-salam/

Waktu-Waktu yang Mustajab untuk berDo'a


Sungguh berbeda Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan makhluk-Nya. Dia Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Lihatlah manusia, ketika ada orang meminta sesuatu darinya ia merasa kesal dan berat hati. Sedangkan Allah Ta’ala mencintai hamba yang meminta kepada-Nya. Sebagaimana perkataan seorang penyair:

الله يغضب إن تركت سؤاله وبني آدم حين يسأل يغضب
“Allah murka pada orang yang enggan meminta kepada-Nya, sedangkan manusia ketika diminta ia marah”

Ya, Allah mencintai hamba yang berdoa kepada-Nya, bahkan karena cinta-Nya Allah memberi ‘bonus’ berupa ampunan dosa kepada hamba-Nya yang berdoa. Allah Ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi:

يا ابن آدم إنك ما دعوتني ورجوتني غفرت لك على ما كان منك ولا أبالي 
“Wahai manusia, selagi engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, aku mengampuni dosamu dan tidak aku pedulikan lagi dosamu” (HR. At Tirmidzi, ia berkata: ‘Hadits hasan shahih’)

Sungguh Allah memahami keadaan manusia yang lemah dan senantiasa membutuhkan akan Rahmat-Nya. Manusia tidak pernah lepas dari keinginan, yang baik maupun yang buruk. Bahkan jika seseorang menuliskan segala keinginannya di kertas, entah berapa lembar akan terpakai.

Maka kita tidak perlu heran jika Allah Ta’ala melaknat orang yang enggan berdoa kepada-Nya. Orang yang demikian oleh Allah ‘Azza Wa Jalla disebut sebagai hamba yang sombong dan diancam dengan neraka Jahannam. Allah Ta’ala berfirman:

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ 
“Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60)

Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah Maha Pemurah terhadap hamba-Nya, karena hamba-Nya diperintahkan berdoa secara langsung kepada Allah tanpa melalui perantara dan dijamin akan dikabulkan. Sungguh Engkau Maha Pemurah Ya Rabb…

Berdoa Di Waktu Yang Tepat
Diantara usaha yang bisa kita upayakan agar doa kita dikabulkan oleh Allah Ta’ala adalah dengan memanfaatkan waktu-waktu tertentu yang dijanjikan oleh Allah bahwa doa ketika waktu-waktu tersebut dikabulkan. Diantara waktu-waktu tersebut adalah:

1. Ketika sahur atau sepertiga malam terakhir
Allah Ta’ala mencintai hamba-Nya yang berdoa disepertiga malam yang terakhir. Allah Ta’ala berfirman tentang ciri-ciri orang yang bertaqwa, salah satunya:
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُون
“Ketika waktu sahur (akhir-akhir malam), mereka berdoa memohon ampunan” (QS. Adz Dzariyat: 18)

Sepertiga malam yang paling akhir adalah waktu yang penuh berkah, sebab pada saat itu Rabb kita Subhanahu Wa Ta’ala turun ke langit dunia dan mengabulkan setiap doa hamba-Nya yang berdoa ketika itu. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ينزل ربنا تبارك وتعالى كل ليلة إلى السماء الدنيا ، حين يبقى ثلث الليل الآخر، يقول : من يدعوني فأستجيب له ، من يسألني فأعطيه ، من يستغفرني فأغفر له
“Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: ‘Orang yang berdoa kepada-Ku akan Ku kabulkan, orang yang meminta sesuatu kepada-Ku akan Kuberikan, orang yang meminta ampunan dari-Ku akan Kuampuni‘” (HR. Bukhari no.1145, Muslim no. 758)

Namun perlu dicatat, sifat ‘turun’ dalam hadits ini jangan sampai membuat kita membayangkan Allah Ta’ala turun sebagaimana manusia turun dari suatu tempat ke tempat lain. Karena tentu berbeda. Yang penting kita mengimani bahwa Allah Ta’ala turun ke langit dunia, karena yang berkata demikian adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam diberi julukan Ash shadiqul Mashduq (orang jujur yang diotentikasi kebenarannya oleh Allah), tanpa perlu mempertanyakan dan membayangkan bagaimana caranya.

Dari hadits ini jelas bahwa sepertiga malam yang akhir adalah waktu yang dianjurkan untuk memperbanyak berdoa. Lebih lagi di bulan Ramadhan, bangun di sepertiga malam akhir bukanlah hal yang berat lagi karena bersamaan dengan waktu makan sahur. Oleh karena itu, manfaatkanlah sebaik-baiknya waktu tersebut untuk berdoa.

2. Ketika berbuka puasa
Waktu berbuka puasa pun merupakan waktu yang penuh keberkahan, karena diwaktu ini manusia merasakan salah satu kebahagiaan ibadah puasa, yaitu diperbolehkannya makan dan minum setelah seharian menahannya, sebagaimana hadits:
للصائم فرحتان : فرحة عند فطره و فرحة عند لقاء ربه
“Orang yang berpuasa memiliki 2 kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-Nya kelak” (HR. Muslim, no.1151)

Keberkahan lain di waktu berbuka puasa adalah dikabulkannya doa orang yang telah berpuasa, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
ثلاث لا ترد دعوتهم الصائم حتى يفطر والإمام العادل و المظلوم
‘”Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil dan doanya orang yang terzhalimi” (HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi)

Oleh karena itu, jangan lewatkan kesempatan baik ini untuk memohon apa saja yang termasuk kebaikan dunia dan kebaikan akhirat. Namun perlu diketahui, terdapat doa yang dianjurkan untuk diucapkan ketika berbuka puasa, yaitu doa berbuka puasa. Sebagaimana hadits
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa: 

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
/Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/
(‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah’)” (HR. Abu Daud no.2357, Ad Daruquthni 2/401, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/232)

Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan lafazh berikut:
اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين
adalah hadits palsu, atau dengan kata lain, ini bukanlah hadits. Tidak terdapat di kitab hadits manapun. Sehingga kita tidak boleh meyakini doa ini sebagai hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.

Oleh karena itu, doa dengan lafazh ini dihukumi sama seperti ucapan orang biasa seperti saya dan anda. Sama kedudukannya seperti kita berdoa dengan kata-kata sendiri. Sehingga doa ini tidak boleh dipopulerkan apalagi dipatenkan sebagai doa berbuka puasa.

Memang ada hadits tentang doa berbuka puasa dengan lafazh yang mirip dengan doa tersebut, semisal:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فتقبل مني إنك أنت السميع العليم
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim”. Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341): “Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadits ini juga di-dhaif-kan oleh Al Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Atau doa-doa yang lafazh-nya semisal hadits ini semuanya berkisar antara hadits dhaif atau munkar.

3. Ketika malam lailatul qadar
Malam lailatul qadar adalah malam diturunkannya Al Qur’an. Malam ini lebih utama dari 1000 bulan. Sebagaimana firmanAllah Ta’ala:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam Lailatul Qadr lebih baik dari 1000 bulan” (QS. Al Qadr: 3)

Pada malam ini dianjurkan memperbanyak ibadah termasuk memperbanyak doa. Sebagaimana yang diceritakan oleh Ummul Mu’minin Aisyah Radhiallahu’anha:
قلت يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها قال قولي اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فاعف عني
“Aku bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, menurutmu apa yang sebaiknya aku ucapkan jika aku menemukan malam Lailatul Qadar? Beliau bersabda: Berdoalah:
اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فاعف عني
‘Ya Allah, sesungguhnya engkau Maha Pengampun dan menyukai sifat pemaaf, maka ampunilah aku‘”(HR. Tirmidzi, 3513, Ibnu Majah, 3119, At Tirmidzi berkata: “Hasan Shahih”)

Pada hadits ini Ummul Mu’minin ‘Aisyah Radhiallahu’anha meminta diajarkan ucapan yang sebaiknya diamalkan ketika malam Lailatul Qadar. Namun ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan lafadz doa. Ini menunjukkan bahwa pada malam Lailatul Qadar dianjurkan memperbanyak doa, terutama dengan lafadz yang diajarkan tersebut.

4. Ketika adzan berkumandang
Selain dianjurkan untuk menjawab adzan dengan lafazh yang sama, saat adzan dikumandangkan pun termasuk waktu yang mustajab untuk berdoa. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ثنتان لا تردان أو قلما تردان الدعاء عند النداء وعند البأس حين يلحم بعضهم بعضا
“Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: “Hasan Shahih”)

5. Di antara adzan dan iqamah
Waktu jeda antara adzan dan iqamah adalah juga merupakan waktu yang dianjurkan untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
الدعاء لا يرد بين الأذان والإقامة
“Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak” (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata: “Hasan Shahih”)

Dengan demikian jelaslah bahwa amalan yang dianjurkan antara adzan dan iqamah adalah berdoa, bukan shalawatan, atau membaca murattal dengan suara keras, misalnya dengan menggunakan mikrofon. Selain tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, amalan-amalan tersebut dapat mengganggu orang yang berdzikir atau sedang shalat sunnah. Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة
“Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Al Qur’an,’ atau beliau berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu Daud no.1332, Ahmad, 430, dishahihkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul Afkar, 2/16).

Selain itu, orang yang shalawatan atau membaca Al Qur’an dengan suara keras di waktu jeda ini, telah meninggalkan amalan yang di anjurkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, yaitu berdoa. Padahal ini adalah kesempatan yang bagus untuk memohon kepada Allah segala sesuatu yang ia inginkan. Sungguh merugi jika ia melewatkannya.

6. Ketika sedang sujud dalam shalat
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد . فأكثروا الدعا
“Seorang hamba berada paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia sedang bersujud. Maka perbanyaklah berdoa ketika itu” (HR. Muslim, no.482)

7. Ketika sebelum salam pada shalat wajib
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
قيل يا رسول الله صلى الله عليه وسلم أي الدعاء أسمع قال جوف الليل الآخر ودبر الصلوات المكتوبات
“Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, kapan doa kita didengar oleh Allah? Beliau bersabda: “Di akhir malam dan di akhir shalat wajib” (HR. Tirmidzi, 3499)

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Zaadul Ma’ad (1/305) menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘akhir shalat wajib’ adalah sebelum salam. Dan tidak terdapat riwayat bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib. Ahli fiqih masa kini, Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata: “Apakah berdoa setelah shalat itu disyariatkan atau tidak? Jawabannya: tidak disyariatkan. Karena Allah Ta’ala berfirman:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
“Jika engkau selesai shalat, berdzikirlah” (QS. An Nisa: 103). Allah berfirman ‘berdzikirlah’, bukan ‘berdoalah’. Maka setelah shalat bukanlah waktu untuk berdoa, melainkan sebelum salam” (Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/216).

Namun sungguh disayangkan kebanyakan kaum muslimin merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib yang sebenarnya tidak disyariatkan, kemudian justru meninggalkan waktu-waktu mustajab yang disyariatkan yaitu diantara adzan dan iqamah, ketika adzan, ketika sujud dan sebelum salam.

8. Di hari Jum’at
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر يوم الجمعة ، فقال : فيه ساعة ، لا يوافقها عبد مسلم ، وهو قائم يصلي ، يسأل الله تعالى شيئا ، إلا أعطاه إياه . وأشار بيده يقللها
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan tentang hari Jumat kemudian beliau bersabda: ‘Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta’. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut” (HR. Bukhari 935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu)

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud. Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat.

Pendapat pertama, yaitu waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at, berdasarkan hadits:
هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة
“Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum’at selesai” (HR. Muslim, 853 dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu’anhu).
Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al Qurthubi, Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.

Pendapat kedua, yaitu setelah ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits:
يوم الجمعة ثنتا عشرة يريد ساعة لا يوجد مسلم يسأل الله عز وجل شيئا إلا أتاه الله عز وجل فالتمسوها آخر ساعة بعد العصر
“Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar” (HR. Abu Daud, no.1048 dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu. Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud). Pendapat ini dipilih oleh At Tirmidzi, dan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Pendapat ini yang lebih masyhur dikalangan para ulama.

Pendapat ketiga, yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir hari Jum’at. Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin Rahawaih, At Thurthusi, Ibnul Zamlakani menguatkan pendapat ini.

Pendapat keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan semua pendapat yang ada. Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang disebutkan”. Dengan demikian seseorang akan lebih memperbanyak doanya di hari Jum’at tidak pada beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu ‘Abdil Barr.

9. Ketika turun hujan
Hujan adalah nikmat Allah Ta’ala. Oleh karena itu tidak boleh mencelanya. Sebagian orang merasa jengkel dengan turunnya hujan, padahal yang menurunkan hujan tidak lain adalah Allah Ta’ala. Oleh karena itu, daripada tenggelam dalam rasa jengkel lebih baik memanfaatkan waktu hujan untuk berdoa memohon apa yang diinginkan kepada Allah Ta’ala:
ثنتان ما تردان : الدعاء عند النداء ، و تحت المطر
“Doa tidak tertolak pada 2 waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun” (HR Al Hakim, 2534, dishahihkan Al Albani di Shahih Al Jami’, 3078)

10. Hari Rabu antara Dzuhur dan Ashar
Sunnah ini belum diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin, yaitu dikabulkannya doa diantara shalat Zhuhur dan Ashar di hari Rabu. Ini diceritakan oleh Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu:
أن النبي صلى الله عليه وسلم دعا في مسجد الفتح ثلاثا يوم الاثنين، ويوم الثلاثاء، ويوم الأربعاء، فاستُجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين فعُرِفَ البِشْرُ في وجهه قال جابر: فلم ينزل بي أمر مهمٌّ غليظ إِلاّ توخَّيْتُ تلك الساعة فأدعو فيها فأعرف الإجابة
“Nabi shallallahu ‘alahi Wasallam berdoa di Masjid Al Fath 3 kali, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu. Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu diantara dua shalat. Ini diketahui dari kegembiraan di wajah beliau. Berkata Jabir : ‘Tidaklah suatu perkara penting yang berat pada saya kecuali saya memilih waktu ini untuk berdoa, dan saya mendapati dikabulkannya doa saya‘”

Dalam riwayat lain:
فاستجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين الظهر والعصر
“Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu diantara shalat Zhuhur dan Ashar” (HR. Ahmad, no. 14603, Al Haitsami dalam Majma Az Zawaid, 4/15, berkata: “Semua perawinya tsiqah”, juga dishahihkan Al Albani di Shahih At Targhib, 1185)

11. Ketika Hari Arafah
Hari Arafah adalah hari ketika para jama’ah haji melakukan wukuf di Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Pada hari tersebut dianjurkan memperbanyak doa, baik bagi jama’ah haji maupun bagi seluruh kaum muslimin yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Sebab Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خير الدعاء دعاء يوم عرفة
“Doa yang terbaik adalah doa ketika hari Arafah” (HR. At Tirmidzi, 3585. Di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

12. Ketika Perang Berkecamuk
Salah satu keutamaan pergi ke medan perang dalam rangka berjihad di jalan Allah adalah doa dari orang yang berperang di jalan Allah ketika perang sedang berkecamuk, diijabah oleh Allah Ta’ala. Dalilnya adalah hadits yang sudah disebutkan di atas:
ثنتان لا تردان أو قلما تردان الدعاء عند النداء وعند البأس حين يلحم بعضهم بعضا
“Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: “Hasan Shahih”)

13. Ketika Meminum Air Zam-zam
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ماء زمزم لما شرب له
“Khasiat Air Zam-zam itu sesuai niat peminumnya” (HR. Ibnu Majah, 2/1018. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah, 2502)

Demikian uraian mengenai waktu-waktu yang paling dianjurkan untuk berdoa. Mudah-mudahan Allah Ta’ala mengabulkan doa-doa kita dan menerima amal ibadah kita. Amiin Ya Mujiibas Sa’iliin.
________________
At Tauhid edisi VI/02. Oleh: Yulian Purnama
Sumber: http://buletin.muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/berdoa-di-waktu-waktu-mustajab

14. Saat safar.
قال النبي صلى الله عليه وسلم : "ثلاث دعوات لا شك فيهن دعوة المسافر والمظلوم ودعوة الوالد على ولده".
Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Ada tiga doa yang tidak diragukan lagi padanya (untuk dikabulkan) : doa seorang musafir, doa orang yang teraniaya/terdhalimi, dan doa orang tua kepada anaknya”.
[HR.Ahmad 2/258 & 434, Ath-Thayalisiy no. 2517, Ibnu Abi Syaibah 1/429, Ibnu Majah no. 3862, dan yang lainnya; dihasankan oleh Al-Arna’uth dalamTakhrij Musnad Ahmad 12/479-480.]

15. Saat bulan Ramadhan.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : "إن لله عتقاء في كل يوم وليلة لكل عبد منهم دعوة مستجابة".
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :“Sesungguhnya setiap hari Allah membebaskan (beberapa hamba-Nya yang muslim dari api neraka) dari api neraka. Setiap muslim yang berdoa (di waktu tersebut) pasti akan dikabulkan”. [HR. Ahmad 2/254 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 8/257; dishahihkan oleh Al-Arnauth dalam ta’liq-nya atas Musnad Ahmad]

16. Doa yang dipanjatkan untuk seseorang ketika orang tersebut tidak ada di hadapannya.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : "دعوة المرء المسلم لأخيه بظهر الغيب مستجابة؛ عند رأسه ملك موكل كلما دعا لأخيه بخير، قال الملك الموكل به: آمين ولك بمثل".
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang tidak ada di hadapannya adalah mustajab. Di kepalanya terdapat malaikat yang ditugaskan menjaganya. Setiap kali ia berdoa kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang menjaganya tersebut berkata : ‘amiin, dan bagimu hal yang semisal”.[HR. Muslim no. 2733.]

17. Terbangun dari tidur yang sebelumnya dalam keadaan suci (berwudlu).
قال النبي صلى الله عليه وسلم : ما من مسلم يبيت على ذكر طاهرا فيتعار من الليل فيسأل الله خيرا من الدنيا والآخرة إلا أعطاه إياه
Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Tidaklah seorang muslim yang tidur dalam keadaan berdzikir lagi suci, lalu ia terbangun di malam hari dan memohon (berdoa) kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat, niscaya Allah akan memberikannya”.[HR. Abu Dawud no. 5042, An-Nasa’iy dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah no. 805-806, Ibnu Majah no. 3881; dishahihkan oleh Al-Albaniy dalam Shahih Abi Dawud 3/239.]

18. Saat mendengar ayam jantan berkokok
قال النبي صلى الله عليه وسلم : "إذا سمعتم صياح الديكة من الليل فاسألوا الله من فضله فإنها رأت ملكا وإذا سمعتم نهيق الحمار من الليل فتعوذوا بالله من الشيطان فإنه رأى شيطانا".
Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Apabila kalian mendengar ayam jantan berkokok di waktu malam, maka mintalah anugrah kepada Allah, karena sesungguhnya ia melihat malaikat. Namun apabila engkau mendengar keledai meringkik di waktu malam, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguan syaithan, karena sesungguhnya ia telah melihat syaithan”.[HR. Bukhari no. 3303 dan Muslim no. 2729.]

19. Saat memejamkan mata orang yang meninggal.
عن أم سلمة. قالت : دخل رسول الله صلى الله عليه وسلم على أبي سلمة وقد شق بصره. فأغمضه. ثم قال "إن الروح إذا قبض تبعه البصر". فضج ناس من أهله. فقال "لاتدعوا على أنفسكم إلا بخير. فإن الملائكة يؤمنون على ما يقولون....”.
Dari Ummu Salamah ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui Abu Salamah (yang telah meninggal) dimana matanya masih dalam keadaan terbuka. Lalu beliau memejamkannya, dan bersabda : “Sesungguhnya ruh itu jika dicabut akan diikuti oleh mata”. Kemudian sejumlah orang dari anggota keluarganya ribut. Beliau pun lantas bersabda : “Janganlah kalian mendoakan diri kalian kecuali kebaikan. Karena sesungguhnya malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan…”.[HR. Muslim no. 1920, Ahmad 6/297, dan Al-Baihaqiy 2/334.]
_________________
Sumber penambahan diatas disalin dari:
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/01/waktu-waktu-mustajab-untuk-berdoa.html

Semoga bermanfaat...

Apa arti Saw, As, Ra, Azza wa Jalla, Jalla Jalaluhu, Naudzubillahi mindzalik, Wallahu a'lam bishshowab, Jazzakumullah Khoiran Katsiro?


  • Saw merupakan singkatan dari Shallallahu `alaihi Wa Sallam, sebuah lafaz yang disunnahkan keadaan kita untuk mengucapkannya ketika menyebut nama Rasulullah SAW. Artinya adalah semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya. Perintah untuk  bershalawat kjepada Rasulullah SAW merupakan perintah dari Al-Quran yaitu " Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya ."(QS. Al-ahzab : 56)
  • As biasa digunakan untuk menyingkat lafaz Alaihis Salam yang bermakna Semoga keselamatan dilimpahkan kepadanya. Ungkapan ini biasanya diberikan kepada para nabi dan Rasul termasuk juga para malaikat. " Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul."(QS. Ash-Shaffaat : 181)
  • Ra biasa digunakan untuk menyingkat lafaz Radhiyallahu `anhu/`anha / `anhum.  Lafaz ini juga merupakan ungkapan dan doa yang disematkan kepada para  shahabat Rasulullah SAW. Maknanya adalah Semoga Allah meredhainya. Bila kata  terakhirnya `anhu maka dhamirnya untuk dia satu orang laki-laki. Bila kata terakhirnya `anhum maka dhamirnya mereka (jama`) dan bila kata teakhirnya `anha maka dhamirnya untuk dia seorang wanita.

    "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama dari golongan muhajirin  dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha  kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar."
    (QS. At-Taubah : 100)
    "Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu'min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon , maka Allah mengetahui apa yang ada  dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan  kepada mereka dengan kemenangan yang dekat."
    (QS. Al-Fath : 18)
  • Azza wa Jalla dan Jalla Jalaluhu adalah dua ungkapan yang disematkan pada  lafaz Allah selain Ta`ala. Lafaz `Azza makanya adalah yang Maha Aziz atau Perkasa. Sedangkan lafaz Jalla maknanya adalah Agung.

    " ... maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
    (QS. Al-Baqarah : 209)" Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran / keagungan dan kemuliaan."
    (QS. Ar-Rahman : 27)

  • Naudzubillahi mindzalik adalah ungkapan meminta perlindungan kepada Allah dari bahaya atau madharat sesuatu hal. "... maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat."(QS. Al-Mu`min : 56)

  • Wallahu a'lam bishshowab adalah uangkapan untuk menyatakan bahwa kita mengembalikan kebenaran itu hanya kepada Allah. Makna lafaz itu adalah Dan hanya Allah saja lah yang lebih mengetahui kebenarannya. " ... dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui."(QS. Yusuf : 76)

  • Jazzakumullah Khoiran Katsiro maknanya adalah Semoga Allah memberikan balasan kepada Anda yang lebih baik dan lebih banyak. Ungkapan ini adalah bentuk doa dan sekaligus rasa sykur kepada manusia yang telah berjasa kepada kita. Ungkapan ini lebih sempuirna dari sekedar mengucapkan kalimat terima kasih. Karena didalamnya selain ungkapan terima kasih juga ada doa untuk memberikan yang lebih baik dan lebih banyak lagi. " Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan."(QS. Al-Kahfi : 44)

  • Arti Rahimahullah

    Teks arab:
    رَحِمَهُ اللهُ
    Arti: Semoga Allah merahmatinya.
    Penggunaan:
    Biasanya ditujukan untuk seorang muslim yang telah wafat dan semasa hidupnya yang bersangkutan dikenal memiliki jalan yang lurus.
    Keterangan:
    Ungkapan lain yang semakna:
  • Penggunaan istilah ini lebih tepat dibandingkan istilah “almarhum”. Almarhum (اَلْمَرْحُوْمُ) artinya “yang dirahmati”; padahal belum tentu orang yang meninggal itu adalah orang yang lurus jalannya semasa hidup.
  • Rahimahullah adalah bentuk doa, jadi bukan seperti “almarhum” yang merupakan julukan/gelar bahwa yang bersangkutan memang benar-benar sudah dirahmati.
  • Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan makna almarhum: yang dirahmati Allah, sebutan kepada orang Islam yang telah meninggal. Jika ditujukan untuk menyebutkan mendiang orang Islam, insyaallah istilah “almarhum” bisa digunakan. Namun jangan sampai diyakini bahwa setiap orang muslim yang meninggal pasti mendapat rahmat berupa nikmat kubur.

Arti Hafizhahullah

Teks arab: حَفِظَهُ اللهُ
Arti: Semoga Allah menjaganya.
Penggunaan: Biasanya ditujukan untuk seorang muslim yang masih hidup dan jalan hidupnya lurus.
Keterangan:
Contoh:
  • Ditujukan untuk ulama atau ustadz yang masih hidup.
  • Ditujukan untuk orang tua kita yang masih hidup (dan beliau muslim).
  • Ditujukan untuk orang yang memiliki andil dalam dakwah Islam, misalnya: panitia kajian.
Ungkapan lain yang semakna: Allahu yahfazhuhu (اللهُ يَحْفَظُهُ)

Arti Ghafarahullah

Teks arab: غَفَرَهُ اللهُ
Arti:Semoga Allah mengampuninya
Penggunaan: Biasanya ditujukan untuk seorang muslim yang telah meninggal dan semasa hidupnya dia melakukan dosa yang diketahui banyak orang.
Contoh:
  • Perampok, pencuri, atau orang yang dianggap berilmu dalam bidang agama namun pernah menyebarkan ilmu yang fatal kesalahannya (misalnya: ulama yang semasa hidupnya pernah memfatwakan bahwa suatu hal halal padahal sudah jelas-jelas haram).
  • Ini berlaku baik yang bersangkutan sudah bertaubat sebelum meninggal atau pun tidak.
Ungkapan lain yang semakna:

  • Ghafarallahu lahu (غَفَرَ اللهُ لَهُ)
  • Allahu yaghfiruhu (اللهُ يَغْفِرُهُ)

Arti La’anahullah

Teks arab: لَعَنَهُ اللهُ
Arti: Semoga Allah melaknatnya.
Penggunaan: Biasanya ditujukan untuk orang yang: masih hidup, melakukan keburukan atau kezhaliman yang besar terhadap orang lain, belum juga bertaubat, dan cenderung merasa perbuatannya itu tidak salah.
Contoh: Penjajah.
Ungkapan lain yang semakna: Allahu yal’anuhu (اللهُ يَلْعَنُهُ)

Arti Waffaqahullah

Teks arab: وَفَّقَهٌ اللهُ
Arti: Semoga Allah memberinya petunjuk.
Penggunaan: Ditujukan bagi seorang muslim yang masih hidup dan diharapkan agar Allah memberinya petunjuk dalam menjalani aktivitas kehidupannya.
Contoh:
  • Ditujukan kepada anak agar ia bisa mengerjakan soal ujian dengan lancar.
  • Ditujukan oleh seorang istri kepada suaminya, agar urusan pekerjaan suaminya lancar.

Arti Hadahullah

Teks arab: هَدَاهُ اللهُ
Arti: Semoga Allah memberinya hidayah taufik.
Penggunaan: Ditujukan bagi orang yang masih hidup – baik dia muslim atau bukan – namun berbuat kesalahan, dan diharapkan agar ia bertaubat serta kembali ke jalan yang lurus sebelum ia meninggal.
Contoh:
    • Tokoh-tokoh kesesatan yang masih hidup, seperti penganut paham liberal, sekuler, LGBT (lesbian-gay-biseksual-transgender).
    • Pelaku maksiat, seperti pemusik, fotomodel, dan model catwalk (peragawati).

Arti Barakallahu fikum

Teks arab: بَارَكَ اللهُ فيْكُمْ
Arti: Semoga Allah melimpahkan berkah kepada kalian.
Penggunaan: Diucapkan sebagai doa kepada sesama muslim, agar yang bersangkutan dilimpahi berkah oleh Allah.
Ungkapan lain yang semakna: Allahu yubariku fikum ()

Arti Jazakallahu khayran

Teks arab: جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا
Arti: Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Penggunaan: Diucapkan kepada sesama muslim yang berbuat baik kepada kita.
Keterangan: Doa ini insya Allah lebih utama dibandingkan sekadar ucapan “terima kasih”, karena dalam ucapan “terima kasih” tidak terkandung doa.
Ungkapan lain yang semakna: =Allahu yujzika khayran ().
-----------------
Sumber :
  1. http://sunnah.web.id/ucapan-doa-jazakallah-khairan-apakah-dibalas-dengan-waiyyak-waiyyakum-atau-yang-lain/
  2. http://wanitasalihah.com/arti-rahimahullah-hafizhahullah-ghafarahullah/

Ucapan doa jazakallah khairan apakah dibalas dengan waiyyak waiyyakum atau yang lain?



Sering kita mendengar bila seseorang diberi ucapan jazakallah khairan yang (artinya semoga Allah membalasimu dengan kebaikan) dia membalas dengan ucapan waiyyaka atau waiyyakum. Apakah ucapan balasan ini disyariatkan?
------------------------------ 
Berikut ini kami bawakan fatwa Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah. Ada dua fatwa dari beliau, satu fatwa berisi pembolehan dan fatwa yang lain menyatakan bahwa itu tak ada dalilnya dan beliau memberikan bimbingan ucapan yang lebih utama dari waiyyakum.
Kemudian diakhiri dengan sebuah riwayat yang shahih tentang ucapan balasan kepada orang yang mengucapkan jazakumullah khairan yang warid dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

Fatwa Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr hafizhahullah:
S1: Apa hukum seorang mengucapkan waiyyak kepada orang yang mengatakan kepadanya jazakallah khairan?
J1: “Ini tidak mengapa. Ucapan dia waiyyak, maknanya: wa anta jazakallah khairan Dan engkau semoga Allah membalasmu dengan kebaikan). Ini adalah ucapan yang baik tidak mengapa.” (Dari Maktabah Syamilah Transkrip Syarh Sunan Abi Dawud bersama Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad)

Melihat dari amaliah ulama sebagai contoh, dalam sebuah tanya jawab Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin tentang masalah Umrah ketika penanya mengatakan jazakallah khairan, beliau menjawab waiyyak (Maktabah Syamilah Durus Syaikh Utsaimin). Tetapi dalam banyak kesempatan yang lain ketika penanya mengucapkan jazakumullah khairan, beliau tidak membalasnya.

Dalam fatwa yang lain Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad:
S2: Apakah ada dalilnya untuk membalas dengan ucapan waiyyakum, yaitu balasan atas orang yang mendoakan bagimu: jazakallah khairan. Apakah dibalas dengan waiyyaka (وإياك) atau waiyyakum (وإياكم)? Apakah ada dalilnya?
J2: “Tidak-tidak ada dalilnya…
Namun hendaknya dia mengatakan: wajazakumullah khairan, dia didoakan sebagaimana dia mendoakan.

Meskipun jika dia mengatakan waiyyakum -misalnya- athaf (mengikuti) ucapan jazakum, maksudnya: sebagaimana kami memperoleh kebaikan semoga juga kalian memperolehnya.
Namun jika dia mengucapkan: antum jazakumullah khairan, dan dia mengucapkan doa tersebut secara nash, tidak diragukan lebih jelas dan lebih utama.” Selesai nukilan dari beliau.

Kemudian telah warid dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau diberi ucapan doa jazakallah khairan atau jazakallah athyabal jaza’, beliau membalas dengan ucapan wa anta jazakumullah khairan atau jazakumullah khairan athyabal jaza.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu ia berkata:
Usaid bin Al Hudhair An Naqib Al Asyhali datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka ia menceritakan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang sebuah keluarga dari Bani Zhafar yang kebanyakannya adalah wanita, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membagi kepada mereka sesuatu, membaginya di antara mereka. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata:
“Engkau meninggalkan kami wahai Usaid, sampai habis yang ada pada kami. Jika engkau mendengar makanan mendatangiku, maka datanglah kepadaku dan ingatkan padaku tentang keluarga itu atau ingatkan padaku hal itu.”

Maka setelah beberapa saat, datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam makanan dari Khaibar berupa gandum dan kurma, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam membaginya kepada manusia. Ia berkata: kemudian beliau membaginya kepada kaum Anshar lalu memperbanyak. Lalu ia berkata: kemudian beliau membaginya kepada keluarga tersebut lalu memperbanyak.
Lalu Usaid pun mengucapkan rasa syukurnya kepada Nabi:
“Jazakallahu athyabal jaza’ atau khairan.” (Semoga Allah membalasmu -yaitu kepada Rasulullah- dengan sebaik-baik balasan atau kebaikan). Perawi hadits, ragu-ragu dalam lafadznya.

Lalu ia berkata: Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam kemudian membalasnya: “Wa antum ma’syaral anshar, fa jazakumullahu khairan atau athyabal jaza’” (Dan kalian wahai sekalian kaum Anshar, semoga Alloh membalas kalian dengan kebaikan atau sebaik-baik balasan). Sesungguhnya setahuku kalian adalah orang-orang yang sangat menjaga kehormatan lagi penyabar. Kalian akan melihat sepeninggalku kesewenangan penguasa dalam masalah pembagian dan urusan. Maka bersabarlah sampai kalian menemuni aku di telaga Al-Haudh.” [Lihat Silsilah Ash Shahihah karya Syaikh Al Albani 7/257 no. 3096]

Jadi lebih utama untuk menjawab ucapan jazakumullah khairan dengan wa antum jazakumullah khairan, meskipun ada yang membolehkan untuk mengucapkan waiyyak. Namun ada sebagian ahlul ilmi yang mengatakan bid’ah, kalau seseorang setiap diberi ucapan jazakallah khairan mengharuskan dia menjawab dengan waiyyak karena tak ada dalilnya. Wallahu a’lam.
------------------- 
Sumber : http://sunnah.web.id/ucapan-doa-jazakallah-khairan-apakah-dibalas-dengan-waiyyak-waiyyakum-atau-yang-lain/