Sabtu, 31 Agustus 2013

Cukuplah Kematian Sebagai Pelajaran

Tsabit al-Bunani rahimahullah berkata, “Beruntunglah orang yang senantiasa mengingat waktu datangnya kematian. Tidaklah seorang hamba memperbanyak mengingat kematian kecuali akan tampak buahnya di dalam amal perbuatannya.”

Jangan Sampai Allah Melupakan Kita
Dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat didatangkan seorang hamba. Kemudian dikatakan kepadanya: “Bukankah telah Aku berikan kepadamu pendengaran, penglihatan, harta, dan anak? Aku tundukkan untukmu binatang ternak, tanam-tanaman. Aku tinggalkan kamu dalam keadaan menjadi pemimpin dan mendapatkan seperempat hasil rampasan perang. Apakah dulu kamu mengira akan bertemu dengan-Ku pada hari ini?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Allah pun berkata, “Kalau begitu pada hari ini Aku pun melupakanmu.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata: hadits sahih gharib, lihat al-Ba’ts karya Ibnu Abi Dawud, hal. 36-37)

Hadits ini mengingatkan kita tentang dahsyatnya hari kiamat. Betapa butuhnya seorang hamba terhadap pertolongan Allah ketika itu.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka dia akan mendapatkan penghidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dia pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata: “Wahai Rabbku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta padahal dulu aku bisa melihat?”. [Allah menjawab] Demikianlah yang pantas kamu dapatkan, sebab telah datang kepadamu ayat-ayat Kami tetapi kamu justru melupakannya. Maka, pada hari ini kamu pun dilupakan.” (QS. Thaha: 124-126)
Imam al-Qurthubi menjelaskan, “Artinya [barangsiapa yang berpaling] dari agama-Ku, tidak membaca Kitab-Ku, dan tidak mengamalkan isi ajarannya. Ada juga yang menafsirkan bahwa maksudnya adalah keterangan-keterangan yang telah Aku turunkan. Namun, bisa juga ditafsirkan bahwa yang dimaksud peringatan ini adalah [keberadaan] Rasul, karena peringatan itu datang melalui perantara beliau.” (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [14/157])

Sebagian ulama berkata, “Tidaklah seorang pun yang berpaling dari peringatan Rabbnya kecuali waktu yang dilaluinya semakin menambah gelap (buruk) keadaan dirinya, mencerai-beraikan urusan rezkinya, dan membuatnya selalu mengalami kesempitan di dalam hidupnya.” (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [14/157]).
Adapun maksud dari “Maka, pada hari ini kamu pun dilupakan” Imam al-Qurthubi berkata, “Maksudnya adalah dibiarkan dalam keadaan tersiksa, yaitu di dalam neraka Jahannam.” (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [14/158])

Di dalam ayat lain, Allah juga berfirman (yang artinya):
“Dan dikatakan: Pada hari ini Kami melupakan kalian sebagaimana halnya dahulu kalian melupakan pertemuan dengan hari kalian ini, tempat tinggal untuk kalian adalah neraka, sama sekali tidak ada bagi kalian seorang penolong.” (QS. Al-Jatsiyah: 34).
Imam al-Qurthubi menjelaskan, bahwa maksud dari ‘kalian melupakan pertemuan dengan hari kalian ini’ adalah: ‘kalian meninggalkan amal untuk akhirat’ (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [19/173])

Kematian Pasti Datang!
Kematian adalah sesuatu yang haq (pasti), meski sebagian manusia berusaha untuk lari darinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkannya dalam banyak ayat di al-Qur’an.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Katakanlah; Sesungguhnya kematian yang kalian senantiasa berusaha lari darinya, maka dia pasti menemui kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan kepada Dzat yang mengetahui perkara gaib dan perkara yang tampak, lalu Allah akan memberitakan kepada kalian apa-apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Jumu’ah: 8)
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Setiap jiwa pasti merasakan kematian.” (QS. Ali ‘Imran: 185).
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
“[Allah] Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan sembahlah Rabb-mu sampai datang kematian.” (QS’ al-Hijr: 99).
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan janganlah sekali-kali kalian mati kecuali dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran: 102)
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah dipersiapkan olehnya untuk hari esok…” (QS. Al-Hasyr: 18).
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kalian kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah: 197)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata,
“Tidak ada waktu bagi seorang mukmin untuk bersantai-santai kecuali ketika dia sudah berjumpa dengan Allah.”
Suatu ketika ada yang berkata kepada Hasan al-Bashri rahimahullah, “Wahai Abu Sa’id, apa yang harus kami perbuat? Kami berteman dengan orang-orang yang senantiasa menakut-nakuti kami sampai-sampai hati kami hendak melayang.” Maka beliau menjawab, “Demi Allah! Sesungguhnya jika kamu berteman dengan orang-orang yang senantiasa menakut-nakuti dirimu hingga mengantarkan dirimu kepada keamanan, maka itu lebih baik daripada kamu bergaul dengan teman-teman yang senantiasa menanamkan rasa aman hingga menyeretmu kepada situasi yang menakutkan.”
Tsabit al-Bunani rahimahullah berkata, “Beruntunglah orang yang senantiasa mengingat waktu datangnya kematian. Tidaklah seorang hamba memperbanyak mengingat kematian kecuali akan tampak buahnya di dalam amal perbuatannya.”
Syaikh Abdul Malik al-Qasim berkata, “Betapa seringnya, di sepanjang hari yang kita lalui kita membawa [jenazah] orang-orang yang kita cintai dan teman-teman menuju tempat tinggal tersebut [alam kubur]. Akan tetapi seolah-olah kematian itu tidak mengetuk kecuali pintu mereka, dan tidak menggoncangkan kecuali tempat tidur mereka. Adapun kita; seolah-olah kita tak terjamah sedikit pun olehnya!!”

‘Amar bin Yasir radhiyallahu ’anhu berkata, “Cukuplah kematian sebagai pemberi nasehat dan pelajaran. Cukuplah keyakinan sebagai kekayaan. Dan cukuplah ibadah sebagai kegiatan yang menyibukkan.”
al-Harits bin Idris berkata: Aku pernah berkata kepada Dawud ath-Tha’i, “Berikanlah nasehat untukku.” Maka dia menjawab, “Tentara kematian senantiasa menunggu kedatanganmu.”

Abud Darda’ radhiyallahu’anhu berkata, “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian niscaya akan menjadi sedikit kegembiraannya dan sedikit kedengkiannya.”

Abud Darda’ radhiyallahu’anhu berkata, “Aku senang dengan kemiskinan, karena hal itu semakin membuatku merendah kepada Rabbku. Aku senang dengan kematian, karena kerinduanku kepada Rabbku. Dan aku menyukai sakit, karena hal itu akan menghapuskan dosa-dosaku.”

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Tidaklah aku melihat sebuah perkara yang meyakinkan yang lebih mirip dengan perkara yang meragukan daripada keyakinan manusia terhadap kematian sementara mereka lalai darinya. Dan tidaklah aku melihat sebuah kejujuran yang lebih mirip dengan kedustaan daripada ucapan mereka, ‘Kami mencari surga’ padahal mereka tidak mampu menggapainya dan tidak serius dalam mencarinya.”

Salah seorang yang bijak menasehati saudaranya, “Wahai saudaraku, waspadalah engkau dari kematian di negeri [dunia] ini sebelum engkau berpindah ke suatu negeri yang engkau mengangan-angankan kematian akan tetapi engkau tidak akan menemukannya.”

Ibnu Abdi Rabbihi berkata kepada Makhul, “Apakah engkau mencintai surga?” Makhul menjawab, “Siapa yang tidak cinta dengan surga.” Lalu Ibnu Abdi Rabbihi pun berkata, “Kalau begitu, cintailah kematian; karena engkau tidak akan bisa melihat surga kecuali setelah mengalami kematian.”

Bersiap Sedia Kapan Saja
Bagi seorang beriman, waktu datangnya kematian bukanlah masalah, namun yang menjadi perhatian baginya adalah dengan apa dia menghadapi pemutus kenikmatan yang bisa saja datang dengan tiba-tiba tersebut?
Kematian bisa saja datang dengan tiba-tiba. Tak mengenal usia, tua ataupun muda, tak mengenal kondisi, sehat ataupun sakit.

Ini bisa kita lihat di sekitar kita. Betapa banyak manusia yang kelihatannya sehat-sehat saja, tiba-tiba kematian datang menjemputnya dengan sebab yang tidak disangka-sangka! Tidak sedikit orang yang telah berkali-kali keluar masuk rumah sakit, sakit menahun, bahkan ada yang tubuhnya tinggal kulit pembalut tulang, namun kematian belum jua menghampirinya.

Sebuah syair dari orang bijak: “Berapa banyak pemuda yang di pagi hari tertawa-tawa. Padahal kain kafannya sedang dijahit untuknya.” []

Rujukan: Aina Nahnu min Ha’ula’I karya Abdul Malik al-Qasim

Sumber : http://wahdahmakassar.org/cukuplah-kematian-sebagai-pelajaran/

Kamis, 29 Agustus 2013

Dropshipping dan Alternatif Transaksi yang Halal

Bismillah was shalatu was salamu 'ala rasulillah, wa ba'du,
Dengan adanya kemudahan internet, berbondong-bondong para netter memindahkan aktivitas mereka di dunia nyata ke dunia maya. Diantaranya adalah bisnis online. Dropshipping, menjadi salah satu pilihan sistem bisnis online yang banyak dilakoni para netter. Ya, dengan internet, semua bisa jadi uang.
Sebagai hamba yang beriman, tentu kita tidak akan menelan semua sistem yang berlaku di masyarakat secara mentah-mentah. Kita sepakat, tidak semua praktek bisnis yang tersebar di masyarakat, telah memenuhi standar halal secara syariat. Karena itu, sangat penting, ketika anda hendak melakoni suatu sistem bisnis tertentu, terlebih dahulu anda harus memahami hakekatnya dan hukumnya.

Apa itu Dropship?

Dropshipping diyakini sebagai model jual beli yang paling mudah dalam dunia online. Pasalnya, bisnis ini bisa dilakoni nyaris tanpa modal. Wajar jika sistem ini paling banyak digandrungi para netter. Barangkali artikel ini tidak akan panjang lebar untuk membahas apa itu dropshipping, kami yakin pembaca sudah lebih familier dengan sistem ini.
Kita fokuskan pada skema dropshipping berikut,
Transaksi dropshipping dengan reseller
Ada 3 pihak yang terlibat dalam transaksi di atas,
1. Dropshipper
Dia adalah pihak pemilik barang, baik produsen, toko, maupun agen barang.
2. Reseller
Penjual online yang menawarkan barang orang lain kepada para konsumen.
3. Buyer
Konsumen yang membeli barang dari buyer.

Sebelumnya, ada satu istilah yang mungkin perlu diluruskan terkait siapakah dropshipper. Yang lebih tepat, dropshipper bukanlah pelaku bisnis online yang menawarkan barang ke konsumen. Beberapa situs berbahasa inggris yang mengupas tentang dropshipping menegaskan bahwa dropshipper adalah pemilik barang, baik dia produsen, toko, atau agen. Sedangkan pihak yang menawarkan barang itu adalah reseller.

Selanjutnya, kita akan kembali meninjau sistem di atas.
Dari ketiga aktor di atas, pihak yang menyimpan tanda tanya besar adalah reseller. Ada beberapa catatan penting dari aktivitas reseller:
1. Reseller menjual barang kepada orang lain, tanpa memiliki obyek transaksi itu. Karena barang itu murni milik dropshipper.
2. Reseller sama sekali tidak memegang barang tersebut. Barang langsung dikirim ke buyer, sementara reseller sama sekali tidak berurusan barang tersebut.
3. Dropshipper mengirim barang ke buyer atas nama reseller.
4. Reseller bukan agen dari pemilik barang. Bukti bahwa reseller bukan agen:
  • Untuk menjadi reseller, anda tidak perlu mendaftar untuk menjadi agen.
  • Reseller bisa menjualkan barang dari berbagai klien dropshipper yang berbeda tanpa ada batas.
  • Reseller menetapkan harga sendiri, dengan keuntungan tertentu sesuai yang dia inginkan.
Dari beberapa catatan di atas, kita bisa memastikan bahwa sejatinya reseller dalam hal ini telah menjual barang yang tidak dia miliki. Setelah ada permintaan, reseller hanya memesan ke dropshipper untuk mengirim barang ke buyer. Otomatis segala resiko selama proses pengiriman menjadi tanggung jawab dropshipper. Dus, reseller berada di posisi sangat aman, hanya mungkin mendapatkan keuntungan dan nyaris tidak menanggung kerugian sepeserpun, selain tanggung jawab moral kepada konsumen.

Mau Untung, Harus Nanggung Rugi

Terdapat satu kaidah penting terkait transaksi dalam muamalah. Kaidah itu menyatakan,
إنما الخراج بالضمان
Sesungguhnya keuntungan yang diperoleh seseorang, sebanding dengan kerugian yang ditanggung.

Kaidah ini berdasarkan hadis dari A'isyah radhiyallahu 'anha, bahwa ada seorang sahabat yang membeli budak. Setelah beberapa hari dipekerjakan, dia menemukan aib pada si budak. Kemudian, si pembeli mengembalikan kepada penjual. Si penjual menerima, namun si pembeli harus menyerahkan sejumlah uang senilai harga sewa budak selama di tangan pembeli. Akhirnya mereka meminta keputusan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian beliau bersabda:

الخراج بالضمان

"Keuntungan itu sepadan dengan kerugian yang ditanggung." (HR. Ahmad, Nasai, Abu Daud, Turmudzi dan dihasankan Al-Albani).

Mari kita perhatikan hadis di atas,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggugurkan kewajiban si pembeli untuk membayar biaya sewa budak selama dia pekerjakan. Karena ketika si budak ini berada di tangan pembeli, dia menjadi tanggung jawab pembeli. Andaikan budak ini mati, pembeli akan menanggung kerugian. Untuk itu, si pembeli berhak mendapatkan keuntungan dalam bentuk memperkajan budak itu selama dia di tempatnya.

Kaidah ini berlaku untuk semua transaksi dan hubungan antara seseorang dengan sesama. Syariat tidak mengizinkan ada satu posisi yang hanya mungkin menerima untung saja, tanpa sedikitpun menanggung resiko ketika terjadi kerugian. Jika ada transaksi sementara prinsipnya hanya mungkin menerima untung tanpa menanggung resiko rugi, bisa dipastikan transaksi itu bermasalah.

Karena itulah, syariat mengharamkan transaksi riba. Seperti yang kita saksikan, dalam transaksi riba, kreditor dalam posisi sangat aman, dia hanya mungkin mendapatkan keuntungan tanpa menanggung resiko kerugian.

Sebaliknya, syariah membolehkan transaksi bagi hasil atau mudharabah. Karena dalam transaksi ini, sohibul mal (pemilik modal) menanggung resiko rugi ketika usaha yang dijalankan mudharib (pelaku usaha) mengalami kerugian. Anda juga bisa memberi catatan kebalikannya, jika ada transaksi mudharabah, sementara sohibul mal minta agar modal dikembalikan ketika usaha gagal, maka ini termasuk riba dan kesepakatan terlarang, karena sohibul mal pasti dalam posisi aman dan hanya mungkin mendapatkan keuntungan.

Kita kembali pada kasus dropship. Dalam sistem di atas, reseller berada pada zona 100% aman. Dia sama sekali tidak menanggung resiko kerugian. Karena tanggung jawab teradap barang, menjadi resiko dropshipper selaku pengirim barang atas nama reseller. Anehnya, dalam kesempatan yang sama, reseller mendapatkan keuntungan dari transaksi yang dia lakukan. Dengan menimbang kaidah di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa keuntungan reseller dalam hal ini bermasalah.

Menjual Barang yang Tidak Dimiliki

Diantara aturan syariah lain yang menjadikan sistem ini bermasalah adalah hadis yang melarang menjual barang yang tidak dia miliki.

Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu 'anhu, beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Ada orang yang datang kepadaku dan meminta agar aku mendatangkan barang yang tidak aku miliki. Bolehkah saya beli barang ke pasar, kemudian saya jual ke orang ini?" kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

"Janganlah kamu menjual barang yang bukan milikmu." (HR. Ahmad, Nasai, Abu Daud, Turmudzi, Ibn Majah, dan dishahihkan Al-Albani).
Kemudian dari Thawus, beliau mendapat cerita dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يَبِيعَ الرَّجُلُ طَعَامًا حَتَّى يَسْتَوْفِيَهُ

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seseorang menjual makanan sampai dia terima semua makanan itu dari penjual pertama.
Thawus kemudian bertanya kepada Ibnu Abbas, "Mengapa bisa demikian?"
Jawab Ibnu Abbas,

ذَاكَ دَرَاهِمُ بِدَرَاهِمَ وَالطَّعَامُ مُرْجَأٌ

Yang terjadi adalah menjual uang dengan uang, sementara makanannya tertunda. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam keterangan yang lain, Ibnu Abbas menegaskan,

وَلاَ أَحْسِبُ كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا مِثْلَهُ

"Saya yakin semua barang berlaku seperti itu." (HR. Ahmad dan Bukhari).
Artinya, itu tidak hanya berlaku untuk makanan, namun untuk semua barang dagangan.

Mari kita simak hadis diatas dan keterangan Ibnu Abbas. Orang yang menjual barang yang belum dia miliki dilarang secara syariat, karena hakekatnya dia menjual uang dengan uang. Ibnu Hajar membuat ilustrasi sebagai berikut,
Si A membeli dari si X kamera seharga 3 jt. Sebelum dia menerimanya, si A menjual kamera itu kepada si B seharga 4 jt, sementara kamera masih di tangan si X. Yang terjadi, seolah-olah si A menjual uang 3 juta dengan uang 4 juta. (Simak Fathul Bari, 4/349).

Kita tarik kepada kasus dropshipper di atas. Reseller pada posisi tersebut membeli barang ke dropshipper, setelah dia mendapat pesanan dari buyer. Barang sama sekali tidak disentuh oleh reseller, bahkan melihatpun tidak. Reseller membeli barang senilai 100 rb misalnya, dan dia mendapat uang senilai 120 rb dari buyer. Seolah reseller menjual uang 100 rb dengan 120 rb. Demikian pendekatan kasus dropshipping dengan hadis di atas.

Andaipun reseller mendatangi dropshipper, dan dia ingin menjual barang milik dropshipper ke buyer, dia harus membawa barang itu pulang terlebih dahulu, kemudian baru dia kirim ke buyer. Disamping hadis Ibnu Abbas di atas, dalil lain yang menunjukkan kesimpulan ini adalah hadis Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُبَاعَ السِّلَعُ حَيْثُ تُبْتَاعُ حَتَّى يَحُوزَهَا التُّجَّارُ إِلَى رحالهم

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menjual barang di tempat dia membeli barang tersebut, sampai para pedagang memindahkan barang itu ke tempatnya. (HR. Abu Daud, Ibn Hibban dan dihasankan Al-Albani)

Solusi dan Alternatif

Anda para aktivis bisnis online tidak perlu berkecil hati. Jika anda tidak bisa menggunakan sistem dropshipping, masih ada seribu cara untuk mencari uang melalui internet dengan jalan yang halal tanpa harus keluar banyak modal. Berikut beberapa alternatif bisnis online modal tipis yang bisa anda lakukan,

Pertama, pemberi layanan pengadaan barang
Relasi yang luas atau kemampuan pengadaan barang yang memadai, memungkinkan Anda menawarkan jasa ke orang lain untuk pengadaan barang yang mereka butuhkan. Anda berhak meminta imbalan, dengan nominal yang jelas dan disepakati di awal akad. Misal, Anda menjadi supplier restoran tertentu untuk kebutuhan barang tertentu. Anda berhak mendapat upah dari restoran tersebut. Pada kasus ini, anda murni menjual jasa kepada klien anda.

Kedua, menjadi agen atau distributor resmi
Pada posisi ini, anda layaknya tangan panjang pemilik barang atau produsen. Karena secara prinsip status anda adalah wakil bagi pemilik barang. Anda bisa melakukan transaksi dengan cara apapun, baik offline atau online, sebagaimana Anda juga dibenarkan untuk menjualnya secara tunai atau secara kredit dengan harga yang Anda tentukan atau sesuai kesepakatan.
Tentu saja, untuk bisa menjadi agen, anda harus melalui beberapa tahapan sesuai dengan aturan keagenan yang ditetapkan oleh pemilik barang.

Dalil masalah ini adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

المُسْلِمُونَ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ

Kaum muslimin itu sesuai persyaratan yang mereka sepakati. (HR. Bukhari secara muallaq, Abu Daud, Ahmad dan yang lainnya).

Ketiga, lakukan transaksi salam
Perniagaan dengan skema akad salam merupakan kebalikan akad kredit. Jika pada akad kredit, barang diserahkan lebih dulu dan uang menyusul, pada transaksi salam, uang diberikan terlebih dahulu, sementara barang menyusul.

Ibnu Abbas mengatakan,

أشهد أن السلف المضمون إلى أجل مسمى أن الله أحله وأذن فيه، ثم قرأ: { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى }

Saya bersaksi bahwa jual beli salam yang dijamin sampai batas waktu tertentu adalah akad yang Allah halalkan dan Allah izinkan. Kemudian Ibnu Abbas membaca ayat, yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian melakukan transaksi utang sampai batas waktu tertentu maka catatlah…" (HR. At-Thabari dalam tafsirnya, 6/45).

Sementara dalil dari hadis, bahwa Ibnu Abi Aufa radhiyallahu 'anhu menceritakan,

كُنَّا نُسْلِفُ نَبِيطَ أَهْلِ الشَّأْمِ فِي الحِنْطَةِ، وَالشَّعِيرِ، وَالزَّيْتِ، فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ

Dahulu di masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kami memesan gandum, sya’ir (gandum mutu rendah), dan minyak zaitun, dengan ukuran yang jelas dan tempo penyerahan yang disepakati dari para pedagang Negeri Syam. (HR. Al-Bukhari)

Berdasarkan beberapa riwayat di atas, yang perlu anda perhatikan, ketika anda hendak melakukan transaksi salam, uang harus dibayar tunai dan waktu penyerahan barang harus jelas di depan.
Mungkin ada yang mempertanyakan, apa bedanya dengan sistem dropshipping yang lazim dilakukan?
Pada transaksi salam, pelaku bisnis (reseller) harus membeli obyek transaksi itu dari pemilik barang secara sempurna, sampai terjadi serah terima. Artinya barang sudah berpindah tangan ke pihak reseller. Kemudian barulah reseller sendiri yang mengirim barang ke buyer atas nama dirinya. Dalil hal ini adalah hadis dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُبَاعَ السِّلَعُ حَيْثُ تُبْتَاعُ حَتَّى يَحُوزَهَا التُّجَّارُ إِلَى رحالهم

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menjual barang di tempat dia membeli barang tersebut, sampai para pedagang memindahkan barang itu ke tempatnya. (HR. Abu Daud, Ibn Hibban dan dihasankan Al-Albani)

Tidak dibenarkan hanya uang muka
Bagian tak terpisahkan dalam bisnis online adalah barang yang menjadi obyek transaksi hanya bisa diserah-terimakan setelah selang beberapa waktu. Karena itu, ketika pembeli hanya memberikan uang muka kepada penjual online, yang terjadi adalah transaksi yang sama-sama terutang. Sementara secara hukum, transaksi ini termasuk transaksi bermasalah.

Dalil hal ini adalah hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْكَالِئِ - وَهُوَ بَيْعُ الدَّيْنِ بِالدَّيْنِ -

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang melakukan transaksi al-kali' – yaitu jual beli utang dengan utang. (HR. Abdurrazaq 14440).

Meskipun ada sebagian ulama menilai hadis ini tidak shahih, namun mereka sepakat bahwa jual beli utang dengan terutang adalah terlarang.
Diantara ulama yang menilai lemah hadis masalah ini adalah Imam Ahmad bin Hambal, karena dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Musa bin Ubaidah. Berikut kutipan keterangan beliau,

ولا يحل الرواية عن موسى بن عبيدة ولا أعرف هذا الحديث من غير موسى وليس في هذا حديث صحيح وانما اجماع الناس على أنه لا يجوز دين بدين

Tidak halal menerima riwayat dari Musa bin Ubaid. Saya tidak mengetahui hadis semacam ini dari selain Musa. Dan tidak ada hadis sahih satu pun tentang larangan menjual utang dengan utang, akan tetapi kesepakatan ulama telah bulat bahwa tidak boleh memperjual-belikan utang dengan utang.” (Al-Ilal Al-Mutanahiyah, 3/600)

Allahu a'lam

Oleh: ustadz Ammi Nur Baits

Artikel www.PengusahaMuslim.com
----------
Sumber : http://pengusahamuslim.com/dropshipping-dan-alternatif-1715#.UiA4Pn9YUfQ

Rabu, 28 Agustus 2013

Hukum Jualan Kosmetik


Pertanyaan, “Apa hukum menjual kosmetik wanita?”

Jawaban, “Tidak diperbolehkan menjual kosmetik yang salah satu unsur pembuatnya adalah janin manusia, tali pusar bayi dan semisalnya karena menjadikan bagian dari tubuh manusia sebagai salah satu unsur pembuatan kosmetik adalah tindakan melampaui batas terhadap anggota badan manusia yang ini merupakan perbuatan haram berdasarkan berbagai dalil syariat.

Demikian pula, tidaklah diperbolehkan memperdagangkan kosmetik yang salah satu unsur pembuatannya adalah babi atau membagai macam bangkai itu semua adalah najis. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa barang yang tidak boleh diambil manfaatnya itu tidak sah jika diperjualbelikan semisa khamar, babi, bangkai dll.

Landasan hukum untuk kaedah di atas adalah sabda Nabi,

«إِنَّ الله وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الخمْرِ وَالميْتَةِ وَالخنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ» ثمَّ قال عند ذلك: «قَاتَلَ اللهُ اليَهُودَ إِنَّ اللهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ(١1) ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ»

“Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi dan patung”. Kemudian Nabi mengatakan, “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai mereka menjadikan lemak bangkai sebagai minyak lantas menjualnya dan menikmati hasil penjualannya” [HR Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah].

Para ulama pun telah bersepakat akan haramnya pemanfaatan lemak bangkai, pemanfaatan babi dan minyak-minyak yang bercampur dengan najis pada makanan manusia atau pun sekedar dioleskan atau dilumurkan ke badan. Dua macam pemanfaatan ini haram hukumnya sebagaimana haramnya mengonsumsi bangkai dan mengolesi badan dengan najis.
Dalilnya adalah firman Allah,

[قُل لاَّ أَجِدُ فِي مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ﴾[الأنعام: 145]

Yang artinya, “Katakanlah, tidaklah kujumpai dalam wahyu yang diberikan kepadaku adanya makanan yang haram melainkan bangkai, darah memancar atau daging babi. Itu semua adalah najis” [QS al An'am:145].

Demikian pula, tidaklah diperbolehkan memperjualbelikan kosmetik yang menyebabkan rusaknya wajah semisal menimbulkan noda hitam di wajah atau pun menyebabkan timbulnya berbagai penyakit kulit pada bagian tubuh yang lain dikarenakan kosmetik tersebut mengandung materi kimiawi yang merusak kulit. Segala sesuatu yang membahayakan itu terlarang digunakan dan terlarang untuk diperjualbelikan karena Nabi bersabda,

«لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ»
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri atau pun orang lain” [HR Ibnu Majah dari Ibnu Abbas. Dinilai sahih oleh al Albani di al Irwa'].

Jika sebuah kosmetik itu bersih dari unsur yang haram, najis atau membahayakan badan maka pada dasarnya boleh dipergunakan oleh para wanita selama wanita tersebut hanya menampakkan kosmetik tersebut kepada orang-orang tertentu yang Allah izinkan. Termasuk kosmetik dalam hal ini adalah berbagai bentuk parfum.

Akan tetapi seorang muslimah haram memakai parfum dalam tiga keadaan:
Pertama, saat dalam kondisi ihram haji atau umroh.
Dalilnya adalah sabda Nabi mengenai orang yang dalam kondisi berihram

«…وَلاَ تَلْبَسُوا شَيْئًا مَسَّهُ زَعْفَرَانُ وَلاَ الوَرْسُ»
“Tidak boleh memakai kain yang dicelup dengan za'faran atau waras [nama parfum dan pewarna kain, pent]” [HR Bukhari dari Ibnu Umar].

Ketentuan yang ada dalam hadits tersebut bersifat umum sehingga berlaku untuk laki-laki maupun perempuan.

Kedua, saat berkabung karena meninggalnya suami.
Nabi bersabda,

«لاَ يَحِلُّ لامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثٍ إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ فَإِنَّهَا تُحِدُّ عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا»

“Tidaklah halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung [baca: tidak berparfum, pent] atas meninggalkan seseorang lebih dari tiga hari kecuali jika yang meninggal adalah suaminya maka dia wajib berkabung selama empat bulan sepuluh hari” [HR Bukhari dan Muslim dari Ummu Habibah].

Ketiga, ketika keluar rumah meski dengan tujuan mau ke masjid.
Jika hendak keluar rumah seorang muslimah harus menghilangkan bau parfum yang melekat pada badannya. Seorang muslimah yang keluar rumah dalam keadaan memakai parfum dan dalam keadaan berhias itu tergolong dosa besar meski diizinkan oleh suami mengingat sabda Nabi,

«أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ»
“Jika seorang wanita mengenakan parfum lantas melewati sekumpulan laki-laki dengan maksud agar mereka mencium semerbak wangi dirinya maka dia adalah pelacur” [HR Abu Daud dan Tirmidzi dari Abu Musa al Asy'ari, dinilai sahih oleh al Albani dan dinilai hasan oleh Muqbil al Wadi'i].

Nabi juga bersabda,

«إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ المسْجِدَ، فَلاَ تَمَسَّ طِيبًا»
“Jika salah satu kalian, para muslimah, mau pergi ke masjid maka janganlah dia memaki parfum” [HR Muslim dari Zainab, istri dari Abdullah bin Mas'ud].

Seharusnya seorang muslimah itu berdandan dan memakai parfum hanya untuk suaminya ketika berada di rumah, bukan ketika keluar rumah tempat mana pun yang akan dia tuju.

Hukum jual beli kosmetik dan alat kecantikan bisa kita rinci sebagai berikut:

Pertama, berjual beli kosmetik dan alat kecantikan dengan seorang wanita yang kita ketahui dia akan menggunakan kosmetik yang dia beli untuk dipamerkan di luar rumah, dalam kondisi ini jual beli hukumnya terlarang karena tergolong tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran syariat mengingat sabda Nabi,

«مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ»
“Tidaklah kutinggalkan setelah kematian suatu sumber penyimpangan yang lebih berbahaya bagi laki-laki dibandingkan wanita” [HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid].

Nabi juga bersabda,
«فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةَ بَنِي إِسْرَائيلَ كَانَتْ في النِّسَاءِ»
“Waspadalah dengan godaan dunia dan waspadalah dengan godaan wanita karena sesungguhnya kerusakan Bani Israil itu pertama kali disebabkan oleh wanita” [HR Muslim dari Abu Said al Khudri].

Kedua, jual beli alat kecantikan dengan wanita yang kita ketahui dia hanya akan mempergunakan apa yang dia beli untuk berdandan dan berhias yang dibenarkan oleh syariat, hukum jual beli ini tentu saja tidak mengapa.

Ketiga, jika kita tidak tahu secara pasti bentuk penggunaan seperti apa yang akan dilakukan oleh pembeli dengan kosmetik dan alat kecantikan yang dia beli, hukum jual beli dalam kondisi ini perlu dirinci sebagai berikut dengan menimbang kondisi yang dominan di masyarakat terkait penggunaan kosmetik dan alat kecantikan:
a. jika mayoritas anggota masyarakat menggunakannya untuk berhias dan berdandan yang dibenarkan oleh syariat maka hukum jual beli kosmetik dan alat kecantikan dengan orang yang tidak kita ketahui secara pasti bentuk penggunaan seperti apa yang akan dia pilih itu diperbolehkan.
b. Namun jika umumnya anggota masyarakat menggunakannya dengan penggunaan yang tergolong melanggar syariat maka tidak boleh berjual beli dengan orang yang tidak kita ketahui secara pasti akan menggunakan apa yang dia beli dalam penggunaan yang tidak melanggar syariat.

Dua rincian ini ditetapkan dengan menimbang kaedah dalam ilmu fikih:

«الحُكْمَ لِلْغاَلبِ،ِ وَالنَّادِرُ لاَ حُكْمَ لَهُ»
“Penilaian itu mengacu kepada unsur yang dominan. Hal yang langka-langka terjadi itu tidak mempengaruhi penilaian”

«مُعْظَمُ الشَّيْءِ يَقُومُ مَقَامَ كُلِّهِ»
“Unsur dari sesuatu yang paling mendominasi itu kita statuskan sebagaimana sesuatu itu sendiri”.

Al Qarafi al Maliki mengatakan, “Pada dasarnya yang menjadi acuan penilaian yang hal yang dominan. Itulah yang lebih didahulukan dari pada hal yang langka terjadi. Inilah kaedah syariat sehingga kita menangkan unsur yang dominan terkait kesucian air dan transaksi yang dilakukan oleh kaum muslimin. Demikian pula persaksian menyudutkan seorang terhadap musuhnya itu tidak dianggap karena mayoritas tindakan orang yang menjadi musuh itu berupaya menzalimi musuhnya. Sangat banyak contoh penerapan kaedah di atas dalam berbagai hukum syariat sampai-sampai tidak bisa kita hitung karena demikian banyaknya contoh tersebut”[al Furuq 4/104].

Jika kondisi masyarakat adalah kondisi yang kedua maka dalam kondisi ini yang terbaik baik pedagang kosmetik dan alat kecantikan -jika tidak mampu menyaring konsumen yang dilayani- adalah beralih profesi kepada profesi yang lebih selamat secara tinjauan agama meski kurang menjanjikan keuntungan.

Namun jika pelanggaran syariat soal berdandan dan berhias di suatu masyarakat itu jarang terjadi dan tidak menyebar luas dan penjual tidak tahu pasti kondisi konsumennya maka dalam kondisi ini penjual boleh menjual barang dagangannya kepada konsumen tersebut dengan pertimbangan bahwa umumnya anggota masyarakat tidak melakukan pelanggaran dalam masalah ini.

Meski demikian jika ada konsumen yang kondisi lahiriahnya sangat diragukan apakah dia tidak akan melanggar syariat dengan kosmetik dan alat kecantikan yang dia beli maka penjual hendaknya tidak melayani konsumen semacam itu dalam rangka mengamalkan hadits Nabi,

«دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ»
“Tinggalkan hal-hal yang meragukan dan lakukan saja hal-hal yang tidak meragukan” [HR Tirmidzi, Nasai da Ahmad dari al Hasan bin Ali, dinilai sahih oleh Ahmad Muhammad Syakir dalam tahqiq beliau untuk Musnad Ahmad, al Albani di al Irwa dan Muqbil al Wadii dalam as Sahih al Musnad].

Perlu diketahui bahwa transaksi jual beli kosmetik dan alat kecantikan yang mubah tidaklah sah jika dilakukan bersama orang yang kita ketahui akan menggunakannya dalam kemaksiatan atau menggunakannya dalam hal yang Allah haramkan meski ketika itu penjual memberikan nasihat kepada pembeli atau calon pembelinya tersebut agar tidak mempergunakan barang yang dibeli untuk bermaksiat karena pada dasarnya kita nilai orang tersebut berdasarkan kondisinya yang sudah sudah sampai ada fakta bahwa orang tersebut sudah berubah. Sedangkan adanya nasihat dalam kondisi ini bukanlah fakta dan bukti bahwa dia telah berubah karena nasihat itu boleh jadi diterima atau tidak diterima. Sehingga tidak mungkin mengadakan transaksi jual beli yang sah dengan orang tersebut sampai terdapat bukti bahwa kondisi konsumen sudah berubah karena dia mau menerima nasihat dan mengamalkannya”.

Referensi: http://www.ferkous.com/rep/Bi163.php
 Artikel www.PengusahaMuslim.com

Sumber : http://pengusahamuslim.com/hukum-jualan-kosmetik#.Uh21EX9YUfQ

Senin, 26 Agustus 2013

KISAH NABI MUHAMMAD SAW SEWAKTU MENEMUI AJALNYA.

Betapa mulia dan indahnya akhlak baginda Ya Rasulullah Mengingatkan kita dalam Kematian

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"."Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah,Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. " Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. 
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" 
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril. 
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang."Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya."Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii!" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihii washohbihii wasallim. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Usah gelisah apabila dibenci manusia karena masih banyak yang menyayangimu di dunia, tapi gelisahlah apabila dibenci Allah karena tiada lagi yang mengasihmu di akhirat kelak. Baca sampai habis dan ambil iktibar. 
                                                                     -----------------

Hukum Pacaran dalam Islam

Pertanyaan: Apakah menurut Islam pacaran dibolehkan? Tolong dijawab. (081931213***)

Jawaban: Pacaran dilarang dan diharamkan dalam Islam. Cukuplah firman-firman Allah berikut ini yang menunjukkan akan keharamannya:
"Dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi." [Al-An'aam:151]
"Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." [Al-Israa`:32]
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya." [An-Nuur:30]
"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya." [An-Nuur:31]
Pacaran mengantarkan kepada perzinahan dan perbuatan keji lainnya. Perhatikanlah wahai orang-orang yang berakal! Wallahu A'lam.
 
Sumber : http://fdawj.atspace.org/awwb/th3/33.htm

Pentingnya Berdakwah kepada Allah

Berdakwah kepada Allah termasuk ketaatan dan pendekataan diri kepada-Nya yang paling agung, dan karena inilah Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya agar berdakwah kepada-Nya.

Perintah Berdakwah dalam Al-Qur`an
 
Banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan tentang pentingnya berdakwah kepada Allah dan keutamaannya, di antaranya adalah:
 
1. Allah Ta'ala berfirman,
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
"Katakanlah, 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah di atas ilmu (hujjah yang nyata). Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik'." [Yuusuf:108]
 
2. Allah berfirman,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." [An-Nahl:125]
 
3. Allah berfirman,
وَلاَ يَصُدُّنَّكَ عَنْ ءَايَاتِ اللَّهِ بَعْدَ إِذْ أُنْزِلَتْ إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلاَ تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
"Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah." [Al-Qashash:87]
 
4. Allah berfirman,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?'." [Fushshilat:33]
Berdakwah kepada Allah adalah ucapan yang terbaik, yang tentunya harus dilandasi dengan ilmu bukan dengan kebodohan ataupun semangat belaka, serta apa yang didakwahkannya harus diamalkan dalam kehidupannya.
 
5. Allah berfirman,
وَالَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَفْرَحُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمِنَ الأَحْزَابِ مَنْ يُنْكِرُ بَعْضَهُ قُلْ إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ وَلاَ أُشْرِكَ بِهِ إِلَيْهِ أَدْعُو وَإِلَيْهِ مَآبِ
"Dan orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan (Yahudi dan Nashrani) yang bersekutu, ada yang mengingkari sebahagiannya. Katakanlah, 'Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali'." [Ar-Ra'd:36]
 
6. Allah berfirman,
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلاَ يُنَازِعُنَّكَ فِي الأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ
"Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari'at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus." [Al-Hajj:67]
 
7. Allah mengisahkan tentang ucapan orang yang beriman dari pengikut Fir'aun ,
وَيَا قَوْمِ مَا لِي أَدْعُوكُمْ إِلَى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إِلَى النَّارِ. تَدْعُونَنِي لِأَكْفُرَ بِاللَّهِ وَأُشْرِكَ بِهِ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَأَنَا أَدْعُوكُمْ إِلَى الْعَزِيزِ الْغَفَّارِ
"Hai kaumku, bagaimanakah kalian, aku menyeru kalian kepada keselamatan, tetapi kalian menyeru aku ke neraka? (Kenapa) kalian menyeruku supaya kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak kuketahui padahal aku menyeru kalian (beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun?" [Ghaafir:41-42]
 
8. Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا. وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا
"Hai Nabi sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi." [Al-Ahzaab:45-46]

Perintah Berdakwah dalam As-Sunnah
Adapun dalil-dalil dari As-Sunnah sangat banyak, di antaranya,
1. Dari Abu Mas'ud 'Uqbah bin 'Amr Al-Anshariy Al-Badriy radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
"Barangsiapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang melakukannya." (HR. Muslim no.1893)
 
2. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثَمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
"Barangsiapa yang menyeru/mengajak (orang lain) kepada petunjuk maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala-pahala dari orang-orang yang mengikutinya, yang hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikit pun, dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia akan mendapat dosa seperti dosa-dosa dari orang-orang yang mengikutinya, yang hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun." (HR. Muslim no.2674)
 
Dua hadits ini menerangkan bahwasanya semakin banyak orang yang mengikuti ajakan kita kepada petunjuk maka semakin banyak pula pahalanya. Tentunya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya adalah orang-orang yang paling banyak pahalanya karena betapa banyaknya orang-orang yang mengikuti petunjuk yang telah disampaikan oleh mereka sampai hari kiamat.
 
Demikian juga orang-orang yang mengajak kepada kesesatan dari kalangan Khawarij, Mu'tazilah, Murji`ah, Syi'ah/Rafidhah dan kelompok sempalan lainnya, maka mereka akan mendapat dosa seperti dosa-dosa orang-orang yang mengikutinya. Tentunya pendiri kelompok tersebut adalah yang paling banyak dosanya.
 
Kebaikan Ahlus Sunnah terhadap Ahli Bid'ah
Tidaklah heran kalau kita mendengar salah seorang Imam Ahlus Sunnah ketika mentahdzir ahli bid'ah, dia menyatakan, "Saya lebih baik daripada kedua orang tuanya, saya memperingatkan ummat agar jangan mengikuti kesesatannya, maka ketika orang-orang yang mengikutinya berkurang, berkuranglah dosanya. Sedangkan kedua orang tuanya membiarkan anaknya tetap dalam kesesatannya."
 
Untuk itu seharusnya kita bersyukur kepada Allah kemudian berterimakasih kepada para 'ulama yang dari masa ke masa senantiasa berusaha menjaga agama ini agar tetap murni sebagaimana yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Di antara penjagaan terhadap agama adalah dengan cara memperingatkan ummat Islam dari penyimpangan ahli bid'ah agar jangan sampai mereka mengikutinya.
 
Karena ahli bid'ah adalah orang-orang yang menikam dan merusak agama kaum muslimin dari dalam. Dan ini lebih berbahaya daripada serangan orang-orang kafir pada awal penyerangan mereka. Orang-orang kafir menyerang kita, dalam keadaan kita tahu dan sadar bahwa mereka adalah musuh kita, sehingga kita berusaha melawan dan mengusir mereka. Adapun ahli bid'ah maka mereka menyerang kaum muslimin dari dalam. Mereka merusak aqidah, manhaj, akhlaq, dan ibadah kaum muslimin dengan mengajarkan perkara baru (bid'ah) kepada mereka. Yang tentunya kebanyakan kaum muslimin tidak sadar kalau mereka sedang diserang. Dan yang bisa menyadarkan mereka -setelah hidayah dari Allah- adalah para 'ulama yang menjelaskan kesesatan dan penyimpangan ahli bid'ah tersebut. Tidak dikatakan bersyukur kepada Allah kalau tidak berterima kasih kepada manusia.
 
Ketika kaum muslimin sudah mulai sadar dan meninggalkan pemahaman yang diajarkan oleh ahli bid'ah dengan kembali mengikuti manhaj ahlus sunnah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya maka berarti pengikut mereka (ahli bid'ah) tersebut semakin berkurang sehingga semakin berkurang pula dosa-dosa mereka. Dan ini tidak diragukan lagi adalah suatu kebaikan bagi mereka. Perhatikan dan renungkanlah wahai orang-orang yang memiliki pandangan!
 
Ahli bid'ah yang dibahas di sini adalah yang belum sampai keluar dari Islam, adapun ahli bid'ah yang sudah sampai kepada kekufuran dan mereka telah dinyatakan keluar dari Islam oleh para 'ulama seperti Jahm bin Shafwan, maka mereka tidak akan mendapat manfaat dari siapa pun dan mereka akan kekal di neraka, wal'iyaadzubillaah.
 
Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua, kaum muslimin, agar memahami dan mengamalkan agama ini sebagaimana yang telah dipahami dan diamalkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya, aamiin.
 
3. Dari Abul 'Abbas Sahl bin Sa'd As-Sa'idiy radhiyallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di waktu perang Khaibar, "Benar-benar aku akan menyerahkan bendera ini (komando perang) besok pagi kepada seseorang yang Allah akan memberikan kemenangan melalui kedua tangannya, dia mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya."
Maka manusia pun (yaitu para shahabat) bermalam dalam keadaan mereka memperbincangkan siapakah di antara mereka yang akan diberikan bendera tersebut. Ketika tiba pagi hari, mereka pun bergegas menuju Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, semuanya mengharapkan agar bendera itu diberikan kepadanya. Maka Rasulullah bertanya, "Di mana 'Ali bin Abi Thalib?" Para shahabat pun menjawab, "Ya Rasulullah, dia dalam keadaan sakit kedua matanya." Rasulullah berkata, "Bawa dia kemari." Maka 'Ali pun didatangkan ke hadapan beliau, lalu beliau meludahi kedua matanya dan mendo'akannya, maka 'Ali pun sembuh dari sakitnya sampai-sampai seakan-akan dia tidak terkena penyakit tersebut, lalu beliau menyerahkan bendera tersebut kepadanya.
 
Kemudian 'Ali bertanya, "Ya Rasulullah, apakah aku perangi mereka sampai mereka seperti kita?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Berjalanlah dan datangi mereka dengan tenang sampai engkau tiba di pelataran mereka, kemudian serulah mereka kepada Islam, dan beritahukan kepada mereka akan hak-hak Allah yang wajib mereka penuhi, karena demi Allah, seandainya Allah memberikan hidayah kepada seseorang melalui perantaraanmu maka itu lebih baik bagimu daripada engkau memiliki unta-unta merah." (HR. Al-Bukhariy no.3498 dan Muslim no.2406)
Unta-unta merah adalah harta kekayaan yang paling mahal dan paling berharga, yang menjadi kebanggaan orang Arab pada masa itu.

Bahayanya Mengajak kepada Hizbiyyah
 
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
"Barangsiapa menyeru kepada selain Allah maka sungguh dia telah berbuat kesyirikan, dan barangsiapa menyeru kepada Allah tanpa idzin-Nya (tidak dengan cara yang syar'i) maka sungguh dia telah berbuat bid'ah, sedangkan kesyirikan itu adalah bid'ah dan seorang ahli bid'ah akan terjerumus kepada kesyirikan dan tidak didapati seorang ahli bid'ah pun kecuali padanya ada salah satu jenis dari kesyirikan... ." (Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim hal.453)
 
Oleh karena itulah, hendaklah seorang muslim berhati-hati dengan sepenuhnya kehati-hatian jangan sampai mengajak manusia kepada hizbiyyah (kelompok tertentu), golongan, partai tertentu atau kepada bid'ah, akan tetapi yang harus dia lakukan adalah menyeru manusia kepada Penciptanya yaitu Allah Ta'ala dan dengan apa yang telah Allah syari'atkan bukan dengan kebid'ahan-kebid'ahan ataupun hawa nafsu.
Perhatikan dan pahamilah firman-firman Allah dan sabda-sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di atas serta perkataan Ibnu Taimiyyah tersebut!
Allaahumma arinal haqqa haqqaa warzuqnat tibaa'ah wa arinal baathila baathilaa warzuqnaj tinaabah, aamiin. Wallaahu A'lam.

Diambil dari kitab Al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid hal.200-202, dengan beberapa tambahan.

Sumber : http://fdawj.atspace.org/awwb/th3/33.htm

Sejarah Kelahiran Nabi Muhammad SAW



Nabi Muhammad saw dilahirkan di Makkah, kira-kira 200 M dari Masjidil Haram, pada senin menjelang terbitnya fajar 12 Rabi’ul Awal tahun Gajah bertepatan dengan 20 April 571 M. Dinamakan tahun Gajah karena pada waktu itu bala tentara Abrahah dari Yaman menyerang Ka’bah dengan maksud akan meruntuhkannya. Mereka datang dengan mengendarai Gajah. Namun penyerangan itu gagal total karena Allah mengirim burung Ababil yang menjatuhkan batu-batu dari neraka kepada mereka. Seperti yg diceritakan Allah swt pada surat Al Fiil.

Menurut pendapat yang masyhur, Nabi Muhammad saw lahir 50 hari setelah peristiwa itu, demikian Ibnu Ishak. Ada pula pendapat yang menyatakan 30 hari, 40 hari dan 55 hari. Tanggalnya pun terjadi perbedaan pada ahli sejarah. Ada yang mengatakan 2, 8, 9, 13,17 dan 18 Rabi’ul Awal. Namun penduduk Makkah sependapat tanggal 12 Rabi’ul Awal, karena mereka dahulu kala mengadakan ziarah ke tempat itu pada tiap tanggal tersebut.
Adapun saat kelahiran Beliau itu menurut yang masyhur menjelang terbit fajar, pada waktu saat doa dimakbulkan Allah. Dilahirkannya Nabi Muhammad saw pada bulan Rabi’ul Awal, musimnya bunga berkembang adalah merupakan isyarat bahwa ajaran yang dibawanya akan berkembang di seluruh dunia.

Mengenai silsilah keturunan Nabi Muhammad saw adalah sebagai berikut : Muhammad bin Abdullah (lahir 545 M) bin Abdul Muthalib (497 M) bin Hasyim (464 M) bin Abdul Manaf (430 M) bin Qushai (400 M) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan dan seterusnya berselisih pendapat ahli sejarah sampai anak Syits dan Adam.

Ayah Nabi Muhammad saw, Abdullah meninggal dalam perjalanan pulang. Sehabis berniaga dari Syam lalu ia singgah di Madinah, kemudian jatuh sakit dan tiada lama meninggal dunia dan dimakamkan di situ. Pada saat itu Nabi saw masih di dalam kandungan.

Sejak dalam kandungan telah nampak tanda-tanda kebesaran Nabi Muhammad saw, tatkala Nur Muhammad masuk ke dalam rahim ibundanya, Aminah. Allah memerintahkan kepada Malaikat membuka pintu surga Firdaus dan memberitahukannyaa kepada semua penghuni langit dan bumi. Tanah-tanah yang tadinya kering menjadi subur, pohon-pohon kayu berdaun rimbun dan berbuah lebat, angin berhembus sepoi-sepoi basa, binatang-binatang di darat dan di laut ramai gembira memperbincangkannya.

Menurut keterangan Aminah, ketika kandungannya genap 6 bulan datanglah seorang tidak dikenal pada suatu malam seraya mengatakan “Hai Aminah, sesungguhnya anda mengandung seorang pemimpin besar, apabila lahir kelak, namakanlah dia dengan Muhammad !”

“Waktu itu aku sendirian dalam kamar sedangkan Abdul Muthalib thawaf keliling Ka’bah. Menjelang kelahiran Muhammad, kudengar suara gemuruh gegap gempita dan bersamaan dengan itu kulihat seekor burung menyapu-nyapukan sayapnya ke hatiku, maka hilanglah ketakutanku. Aku berpaling, tiba-tiba tampak di hadapanku semangkuk minuman berwarna putih, lantas aku meminumnya. Serentak dengan itu kulihat cahaya memancar sampai ke lagit, kemudian muncul wanita-wanita setinggi pohon kurma, seolah-olah putri dari Abdul Manaf, mereka langsung memegangku. Dalam keadaan gugup dan tercengang, aku bertanya tentang perihal mereka. Mereka menjawab bahwa mereka adalah Asiah istri Fir’aun yang beriman, Maryam anak Imran dan bidadari dari surga.

Kemudian beberapa laki-laki tegak berdiri di angkasa memegang beberapa cerek dari perak dan beberapa ekor burung yang paruhnya dari permata zamrud dan sayap-sayapnya dari permata ya’kut memenuhi kamarku.

Allah membukakan pemandanganku, maka kulihat belahan bumi dari timur ke barat, 3 buah bendera berkibar, 1 di timur, 1 di barat dan 1 lagi dibelakang Ka’bah. Sejurus kemudian aku pun melahirkan Muhammad dengan dirawat bidan-bidang dari surga tadi. Kulihat Muhammad sujud ke lantai lalu mengangkat jari-jari tangannya ke langit. Sesudah itu kudengar suara gaib yang menyatakan, “Bawa dia keliling bumi dari timur ke barat dan masukkan ke dalam laut, supaya semua makhluk mengenalnya.” Kemudian suara gaib itupun hilang. Pada malam kelahiran Nabi Muhammad saw, memancarlah sinar dari Aminah sampai ke negeri Syam (Syiria) sebagai isyarat pada suatu waktu kelak Nabi Muhammad saw akan berkunjung ke sana.

Nabi Muhammad saw lahir tidak seperti manusia lainnya yaitu keluar dari kemaluan ibunya, tapi perut ibunya membelah lalu keluarlah cahaya dari dalam perut ibunya yang begitu terang lalu terlihat Nabi saw dalam keadaan bersujud. Menurut riwayat lain, Nabi Muhammad saw lahir dengan meletakkan dua tangannya di lantai, mengangkatkan kepalanya ke langit sebagai pertanda ketinggian martabatnya dari semua makhluk. Beliau lahir dalam keadaan bersih, sudah berkhitan, sudah terpotong tali pusarnya, wangi, bercelak mata dengan kodrat Allah swt. Menurut sebagian ahli sejarah, Beliau dikhitan oleh Abdul Muthalib sesudah berusia 7 hari dalam suatu upacara jamuan dan sekaligus menamakannya dengan “Muhammad”.

Serentak dengan kelahiran Nabi Muhammad saw, singgasana Kaisar di Madain runtuh, api sembahan orang Majusi di Persia yang sejak 1000 tahun menyala, menjadi padam. Menurut riwayat lainnnya juga, ketika kelahiran Nabi saw, berhala-berhala disekitar Ka’bah jatuh lalu bersujud karena kelahiran Nabi saw

Pertumbuhan badannya begitu cepat. Umur 3 bulan dapat berdiri, umur 5 bulan dapat berjalan, umur 9 bulan telah cukup kuat dan berbicara lancar. Beberapa hari Beliau menyusu kepada Ibunya, kemudian disusukan oleh Tsuwaibatul-Aslamiah, budak Abu Lahab yang dimerdekakannya setelah mendengar Nabi Muhammad saw lahir. Tsuwaibah selain menyusukan Nabi saw, juga menyusukan anaknya, menyusukan Abu Salamah dan sebelum itu menyusukan Hamzah, paman Nabi saw.

Kemudian Nabi sawa disusukan Halimah binti Abi Zuaib As-Sa’diah, di desa Bani Sa’ad. Beliau diasuh oleh putrinya yang bernama Syiama. Setelah 2 tahun menghirup udara desa, Beliau dikembalikan kepada ibunya, kemudian dibawa ke desa kembali, bergaul dengan penduduk selama 5 tahun. Selama menyusukan Nabi saw, Halimah mendapat berkah, ternaknya subur berkembang biak, air susunya banyak dan rezekinya lapang.

Sebelum berusia 3 tahun dadanya dibedah oleh Malaikat Jibril dan ketika berusia 6 tahun, ibunya Aminah meninggal dunia di Abwa’, Madinah ketika berziarah ke makam ayahandanya Nabi saw bersama Nabi saw. Maka jadilah Beliau saw yatim piatu, lalu Beliau saw diasuh oleh kakeknya, setelah kakeknya meninggal Beliau saw diasuh oleh pamannya, Abu Thalib.


Allahumma Sholli ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala alih Sayyidina Muhammad

Seruan untuk Berdakwah

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits-hadits agar Berdakwah

Allah berfirman: “Dan serulah kepada (agama) Rabb-mu.” (al-Hajj: 67)
Allah berfirman: “Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (an-Nahl: 125)
Allah berfirman: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (al-Maaidah: 2)
Allah berfirman: “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan.” (Ali Imraan: 104)

Dari Ibnu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr al-Anshariy al-Badriy ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang menunjukkan (mengajak) kepada kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengerjakan kebaikan itu.” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang mengajak kepada kebenaran, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan siapa saja yang mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapat dosa seperti dosa orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun.” (HR Muslim)

Dari Abul ‘Abbas Sahl bin Sa’ad as-Sa’idiy ra. ia berkata: Ketika perang Khaibar Rasulullah saw. bersabda: “Esok akan kuserahkan panji ini kepada seseorang. Allah akan memberi kemenangan melalui tangannya. Ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.” Semalaman orang-orang ramai membicarakan, siapa gerangan di antara mereka yang akan diserahi panji itu. Keesokan harinya Rasulullah saw. bersabda: “Dimana Ali bin Abi Thalib?” Seseorang menjawab: “Wahai Rasulallah, ia sedang sakit mata.” Beliau bersabda: “Panggillah ia kemari.” Setelah di hadapannya, Rasulullah saw. meludahi kedua matanya dan mendoakannya. Lalu sembuhlah penyakit itu seakan-akan ia tidak pernah sakit mata, kemudian ia diberi panji. Ali ra. bertanya: “Wahai Rasulallah, apakah aku harus memerangi mereka sampai bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah?” beliau menjawab: “Laksanakanlah dengan tenang, sehingga kamu sampai di daerah mereka, lalu ajaklah masuk agama Islam dan beritahukanlah kepada mereka tentang hak Allah Ta’ala yang harus mereka laksanakan. Demi Allah, seandainya Allah memberi petunjuk disebabkan ajakanmu, itu lebih baik bagimu daripada memperoleh rampasan perang berupa ternak-ternak yang paling bagus.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Anas ra. ia berkata: Seorang pemuda dari suku Aslam berkata: “Wahai Rasulallah, sesungguhnya saya ingin ikut berperang, tetapi tidak mempunyai bekal.” Beliau bersabda: “Datanglah kepada si fulan karena ia sudah mempersiapkan tetapi ia sakit.” Kemudian pemuda itu datang ke tempat fulan dan berkata: “Rasulullah mengucapkan salam untuk kamu.” Kemudian melanjutkan perkataannya: “Berikanlah perbekalan perangmu untukku.” Kemudian si fulan tadi berkata: “Wahai istriku, berikanlah perbekalan yang telah aku persiapkan dan jangan kamu simpan sedikitpun, demi Allah, jangan kamu simpan sedikitpun bekal yang telah aku persiapkan, karena hal itu pasti akan membawa berkah bagimu.” (HR Muslim)

Sumber : http://alquranmulia.wordpress.com/2013/04/15/seruan-untuk-berdakwah/

Sabtu, 24 Agustus 2013

UWAIS AL-QORNI



 Uwais Al Qarni, Pemuda Yang Cinta Ibunya

Ada seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarni. Ia tinggal dinegeri Yaman. Uwais adalah seorang yang terkenal fakir, hidupnya sangat miskin.  Seorang anak yatim. Ia hidup bersama ibunya yang telah tua lagi lumpuh. Bahkan, mata ibunya telah buta. Kecuali ibunya, Uwais tidak lagi mempunyai sanak family sama sekali.

Uwais Al-Qarni mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba orang pada waktu siang hari.   Uwais  seringkali melakukan puasa. Sholat Malam, berdoa, memohon petunjuk kepada Allah.

Uwais sedih setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu Nabi Muhammad, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. 
Di ceritakan ketika terjadi Pertempuran Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. 

Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mohon ijin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais walaupun telah uzur, merasa terharu dengan ketika mendengar permohonan anaknya. Dan sang ibu akhirnya mengijinkannya. 


UWAIS AL-QARNI Pergi ke Madinah
Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai juga dikota madinah. Segera ia mencari rumah nabi Muhammad saw. 
Namun ternyata Nabi tidak berada berada dirumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. 

Dalam hati Uwais perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi saw dari medan perang. Sedangkan pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman.

Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi saw. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah ra untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi saw. 

Peperangan telah usai dan Nabi saw menuju rumah kemudian Nabi saw menanyakan kepada Siti Aisyah ra tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni anak yang taat kepada ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi saw, Siti Aisyah ra dan para sahabat tertegun. 

Nabi Muhammad saw melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit itu, kepada para sahabatnya., “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih ditengah talapak tangannya.”

Nabi berpesan kepada Ali ra dan Umar ra seraya berkata, “suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”

Rombongan kalifah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kalifah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kalifah yang baru datang dari Yaman, segera khalifah Umar ra dan Ali ra mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, khalifah Umar ra dan Ali ra segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.


Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Kejadian Ketika UWAIS AL-QARNI Wafat

Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, disana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Meninggalnya Uwais Al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. 
Dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni disebabkan permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar ra dan Ali ra, agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi saw, bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit. Dan kabarnya pemakamannya pun sudah tidak ada lagi. 

***

Aku jadi ingat ketika orang tua berpesan kepada anaknya. Ingat di langit masih ada langit lagi. Luar biasa melangit sosok Uwais itu. Jadi kita jangan sombong juga dengan keberadaan kita di muka bumi. Kita juga harus bisa belajar dari sejarah Rosulullah di saat dunia modern kala ini. Karena sosok Rosulullah yang mendorongku juga untuk mengenal kisah-kisah ini. 

Aku ingin sepertimu Uwais, berbakti kepada orang tua. dan malu menjadi terkenal di muka bumi. 
Rinduku sepertinya ingin juga berjumpa dengan sosok Uwais yang terkenal Melangit di langit sana. 
^_^ aamiin.