Jika tidak kepada para ulama, kepada siapa lagi umat Islam akan merujuk
permasalahan-permasalahan agama yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat. Kendati demikian, ulama sebagai rujukan dari permasalahan
tersebut juga harus mempunyai kapabilitas dan kapasitas sebagai seorang
mufti (orang yang berhak berfatwa).
Inilah yang disayangkan di
tengah-tengah umat Islam sendiri. Seorang yang belum mumpuni dalam hal
keilmuan sudah lancang berbicara masalah hukum dan mengeluarkan fatwa.
"Kalau kata Rasulullah itu, orang yang terlalu berani berfatwa, berarti
dia juga berani masuk neraka. Apalagi dia tidak memiliki ilmu," terang
Ketua Lembaga Bahtsul Masa'il Nahdlatul Ulama (NU) KH Zulfa Mustafa
kepada Republika, Rabu (11/6).
Kiai Zulfa menerangkan,
bahkan orang sekelas Imam Malik sekalipun tak malu untuk mengakui kalau
dia tidak tahu. Sikap inilah yang harus dicontoh para mubaligh. Jangan
karena malu ataupun gengsi sehingga memaksakan menjawab pertanyaan yang
ditujukan padanya. Padahal, sebenarnya ia tidak mempunyai kapasitas
untuk menjawab.
"Harus dibedakan, antara memberi fatwa dan
memberi nasihat. Kalau nasihat itu berkaitan dengan akhlak. Kalau fatwa
itu kan hukum," terangnya.
Fatwa di Indonesia sendiri tak
jarang justru mendapat kritikan dari berbagai pihak. Fatwa para ulama
sudah mulai dikritisi dengan berbagai argumentasi. Tak jarang fatwa dan
tanggapan cendekiawan Muslim seperti perdebatan yang tiada habisnya,
hingga mungkin malah membingungkan orang awam. Mana yang harusnya mereka
ikuti, jika sesama cendekiawan Muslim terus berdebat tiada henti.
Seperti persoalan penentuan hari raya dan awal Ramadhan, misalnya. Ini
yang kadang membingungkan orang awam, ketika satu sama lain cendekiawan
dan lembaga fatwa tiap-tiap ormas mengeluarkan fatwanya.
"Kalau
tentang ada hari raya memang ada perbedaan pendapat. Apakah itu fatwa
atau memberi khabar. Kalau NU sendiri soal hari raya diserahkan kepada
yang berwewenang yaitu pemerintah. NU tidak menetapkan. Jadi,
masing-masing punya pemahaman sendiri," paparnya.
Kendati
demikian, ia mengingatkan, jangan sampai perbedaan tersebut dipahami
dengan permusuhan. "Muhammadiyah dan NU tidak ada yang mengajak
bermusuhan kepada orang yang berbeda pendapat," katanya.
Kebingungan dan perbedaan pendapat inilah yang terkadang dimanfaatkan
oleh orang-orang yang ingin menjatuhkan Islam. Kiai Zulfa sendiri
mengatakan, memang ada orang-orang yang tidak suka kalau ulama mempunyai
pengaruh di masyarakat. "Ada yang tidak suka, kalau ulama itu ada
pengaruhnya dan merambat ke akwal syakhsiyah seperti politik misalnya," terangnya.
Ia mencontohkan, seperti di Mesir. Betapa fatwa dari seorang Syekhul
al-Azhar begitu didengar dan dihormati. Seluruh masyarakat Mesir pun
patuh dan umumnya menjalankan fatwa dari Sang Syekh. Tapi di Indonesia,
ini masih menjadi perdebatan umat Islam yang mengaku cendekiawan dan
mampu mengkritisi fatwa.
Ketua Majelis Fatwa PP Mathlaul Anwar,
KH Tengku Zulkarnaen, menambahkan, memang ada gerakan-gerakan yang
terselubung, namun tertata rapi untuk menjatuhkan Islam. Gerakan ini
mengimbau masyarakat untuk tidak mematuhi fatwa para ulama.
"Kalau soal fatwa, selama ini masyarakat sih ada yang mau melaksanakan,
ada yang tidak tahu, ada yang tidak mau tahu. Tapi yang kita pantau itu,
ada semacam grand design yang tersistematis. Mereka mengajak orang, 'kita tidak usah patuh kepada fatwa ulama'," paparnya.
Menurut Zulkarnain, gerakan tersebut memang dimotori oleh orang-orang
tertentu. "Biasanya orang anti-Islam, orang yang mengaku nasionalis,
komunis, tapi benci dengan agama," terangnya.
Ia mencontohkan,
ketika pertemuan lembaga fatwa di Singaparna lalu, dihasilkanlah
kesepakatan ulama yang menyatakan umat Islam wajib memilih pemimpin.
Namun, fatwa tersebut menuai tanggapan beragam di masyarakat. Ada yang
mempertanyakan, mengapa tidak boleh golput? Hingga mempertanyakan
eksistensi MUI kala itu.
"Banyak pro kontra di masyarakat.
Mereka bertanya, mengapa MUI mengeluarkan fatwa seperti itu?" terang
Zulkarnain. "Dan itu orangnya itu-itu saja," tambahnya. rep:hannan putra
ed: hafidz muftisany
Tidak ada komentar:
Posting Komentar