Sabtu, 21 Mei 2016

BENARKAH PUASA SETELAH NISFU SYA’BAN (SETELAH TANGGAL 15 SYA’BAN) ITU HARAM ? | Buya Yahya Menjawab

buya yahya menjawab

Assalamu’alaikum…
Buya, apakah benar kalau sudah lewat tanggal 15 Sya’ban kita gak boleh puasa ?

Jawaban :

Menurut madzhab Imam Syafi’i yang dikukuhkan adalah haram (makruh karohatattahrim). Dan menurut jumhur ‘Ulama dari Madzhab Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Malik hukumnya tidak haram.

Dan haram hukumnya puasa setelah nisyfu sya’ban menurut madzhab Imam Syafi’i.
Akan menjadi tidak haram dengan 3 perkara :
  1. Karena kebiasaan puasa, seperti orang yang biasa puasa Senin dan Kamis, maka ia pun boleh melanjutkan puasa Senin dan Kamis meskipun sudah melewati nisyfu sya’ban.
  2. Untuk mengganti (qadha) puasa, misalnya seseorang punya hutang puasa belum sempat mengganti sampai nisyfu sya’ban, maka pada waktu itu berpuasa setelah nisyfu sya’ban untuk qadha hukumnya tidak haram.
  3. Dengan disambung dengan hari sebelum nisyfu syaban, misalnya dia berpuasa tanggal 16 sya’ban kemudian disambung dengan hari sebelumnya (yaitu tanggal 15 sya’ban). Maka puasa di tanggal 16 tidak lagi menjadi harom.
Pendapat ulama Syafi’iyah yang mengatakan haram dan akan menjadi tidak haram dengan 3 hal tersebut di atas karena mengamalkan semua riwayat yang bersangkutan dengan hal tersebut.

Seperti Hadits yang diriwayatkan oleh :
a. Imam Tirmidzi, Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah :
 “Apabila sudah pertengahan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.” (H.R. Al-Tirmidzi)

b. Imam Bukhori dan Imam Muslim yang artinya :
 “Janganlah kalian berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan, kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunah, maka bolehlah ia berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim).

c. Hadits riwayat Imam Muslim :
 “Nabi S.A.W biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya dan hanya sedikit saja hari-hari berbuka beliau di bulan sya’ban” (HR. Imam Muslim).

Dari hadits-hadits di atas, hadits pertama Rosulullah SAW melarang puasa setelah nisyfu Sya’ban dan hadis kedua Rosulullah melarang puasa setelah nisyfu Sya’ban kecuali orang yang punya kebiasaan puasa sebelumnya. Dan hadits yang ketiga menunjukkan bahwa Rosulullah puasa ke banyak hari-hari di bulan sya’ban .

Kesimpulannya :

Berpuasalah sebanyak-banyaknya di bulan Sya’ban dari awal sya’ban hingga akhir. Dan jangan berpuasa setelah tanggal 15 Sya’ban kecuali engkau sambung dengan hari sebelumya, atau untuk mengganti puasa atau karena kebiasaan berpuasa di hari-hari sebelumnya.

Wallahu a’lam bisshowab
--------------
Sumber : http://buyayahya.org/buya-menjawab/benarkah-puasa-setelah-nisfu-syaban-setelah-tanggal-15-syaban-itu-haram-buya-yahya-menjawab.html 

Hukum Puasa setelah Nisfu Sya’ban




Apa hukum puasa setelah nisfu syaban, mohon penjelasan..!

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Terdapat hadis dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Jika sudah masuk pertengahan Sya’ban, janganlah berpuasa.” (HR. Abu Daud 2337)

Dalam hadis yang lain, yang juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Janganlah kalian berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan, kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunah, maka bolehlah ia berpuasa.” (HR. Bukhari 1914 dan Muslim 1082).

Di sisi lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merutinkan puasa selama sya’ban. Bahkan beliau melakukan puasa sya’ban sebulan penuh. Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,
 “Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (HR. Bukhari 1970 dan Muslim 1156)

Demikian pula yang disampaikan Ummu Salamah radhiallahu ‘anha. beliau mengatakan,
 “Saya belum pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut selain di bulan Sya’ban dan Ramadhan.” (HR. An Nasa’i 2175, At-Turmudzi 736 dan dishahihkan Al-Albani).

Dari beberapa hadis di atas, kita mendapatkan dua premis yang zahirnya bertentangan,
1. Dilarang melakukan puasa sunah setelah masuk pertengahan puasa syaban
2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa syaban hampir sebulan penuh, dan dipastikan setelah masuk pertengahan beliau juga puasa.

Namun sejatinya, jika kita perhatikan, tidak ada pertentangan dari hadis-hadis di atas. Para ulama telah menjelaskan, bagaimana mengkompromikan beberapa hadis di atas, sehingga semuanya tetap berlaku. Salah satu penjelasan itu, disampaikan oleh Al-Qurthubi. Beliau menjelaskan tentang cara mengkompromikan hadis, hadis di atas. Beliau mengatakan,
 “Tidak ada pertentangan antara hadis yang melarang puasa setelah memasuki pertangahan Sya’ban, serta hadis yang melarang mendahului ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya, dengan hadis yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyambung puasa Sya’ban dengan puasa Ramadan.

Kompromi memungkinkan untuk dilakukan, dengan memahami bahwa hadis larangan puasa berlaku untuk orang yang tidak memiliki kebiasaan berpuasa sunah. Sementara keterangan untuk rajin puasa di bulan Sya’ban dipahami untuk orang yang memiliki kebiasaan puasa sunah, agar tetap istiqamah dalam menjalankan kebiasaan baiknya, sehingga tidak terputus.” (Aunul Ma’bud, 6/330).
Sejatinya kompromi semacam ini telah dijelaskan dalam hadis Abu Hurairah di atas, tentang larangan berpuasa sehari atau dua hari menjelang ramadhan. Dalam hadis itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pengecualian, “kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunah, maka bolehlah ia berpuasa.” Puasa sunah ini mencakup puasa sunah selama setahun, seperti senin-kamis, daud, 3 hari tiap bulan, atau puasa sunah sya’ban yang sudah dirutinkan sejak awal.

Sementara bagi mereka yang tidak memiliki kebiasaan puasa sunah, baik puasa sunah tahunan atau dia tidak ada keinginan untuk rajin berpuasa selama sya’ban, maka tidak dibolehkan baginya untuk berpuasa setelah memasuki pertengahan sya’ban.

Kebiasaan ini sempat kita jumpai pada sebagian orang yang melakukan pemanasan dengan melatih diri untuk berpuasa ketika hendak memasuki ramadhan.

Allahu a’lam..

Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)



Minggu, 01 Mei 2016

Bagaimana Agar Turun Pertolongan Allah?


Sering kali kita dihadapkan pada suatu masalah. Kita telah berusaha semaksimal mungkin namun masalah yang kita hadapi tidak kunjung juga terselesaikan. Ada rasa lelah, gundah, gelisah, dan lain–lain. Dan berharap–harap datangnya pertolongan dari Allah-Rabb semesta alam Yang bersemayam di atas Arsy.

Bagaimana caranya agar turun pertolongan Allah ?
  1. “Hai orang-orang yang beriman jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad : 7)
  2. “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (Al Hajj : 40) Di ayat ini dijelaskan bahwa syarat mendapatkan pertolongan Allah adalah dengan cara menolong Agama Allah.

    Bagaimana caranya menolong (Agama) Allah? 
     
    Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz menjelaskan dalam sebuah ceramahnya yang kemudian dibukukan, setelah membawakan ayat 7 Surat Muhammad. Beliau berkata,
     ”Maka inilah bentuk pertolongan kepada Allah dengan melakukan perintah–perintah Nya dan meninggalkan larangan–larangan Nya dengan keimanan dan keikhlasan kepada Allah serta mentauhidkan-Nya, juga keimanan kepada Rasul-Nya…. Maka menolong agama Allah adalah dengan mentaati Allah, mengagungkan-Nya dan ikhlas kepada-Nya, serta mengharapkan apa-apa yang ada di sisi-Nya, mengamalkan syariat-Nya karena menginginkan pahala darinya dan untuk menegakkan agama-Nya.” (Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Asbaabu Nashrillaahi lil Mu’miniin ‘alaa A’daa ihim, Daar al Imam Ahmad, Cet. I, 2003 M, terj. Tim Pustaka Ibnu Katsir, Wahai Kaum Muslimin Raihlah Pertolongan Allah, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cet. I, Juli 2005 M, hal. 21).
    Singkat kata, setiap orang harus meningkatkan ketakwaannya agar datang pertolongan Allah buat mereka.
  3. ”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar” (Ath Thalaq:2)
  4. ”Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya jalan kemudahan dalam urusannya.” (Ath Thalaq:4)
    Berkata lagi Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz,
    ”Jadi, siapa yang menginginkan datangnya pertolongan Allah dan keselamatan bagi agamanya serta menginginkan kesudahan yang baik, maka hendaklah bertakwa kepada Allah, dan bersabar dalam ketaatan kepada-Nya. Juga hendaknya menjauhi larangan–larangan Allah dimana pun dia berada. Inilah sebab–sebab pertolongan Allah padanya…” (Idem. hal. 38).
    Dan jauhi juga kemaksiatan. Karena kemaksiatan merupakan sebab tidak datangnya pertolongan Allah.

    Kemudian apa itu takwa? 

    Dalam sebuah bukunya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengutip perkataan Ar–Ruzbary.
    Berkata Ar–Ruzbary: 
    ”Taqwa adalah menjauhkan diri dari apa–apa yang bisa membuat engkau jauh dari Allah.” (Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Man Al Faiz?, Darul Wathan, Riyadh, Cet. I, 2000 M, Terj. Abdul Khalik, Siapakah Orang yang Beruntung?, Pustaka Laka, Bogor, Cet. I, 2005 M, hal. 57)

    Dengan demikian, dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mempermudah urusan kita. Dan memberikan pertolongan-Nya buat kita.

    Kemudian, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di melanjutkan perkataannya,
    ”Dan takwa tidaklah tegak melainkan dengan landasan ilmu. Maka orang yang jahil (bodoh) tidak akan mungkin menjadi orang yang bertakwa. Berkata Bakr bin Khunais: Bagaimana bisa menjadi orang yang bertakwa, sedangkan ia sendiri tidak tahu apa itu takwa?!”. (Idem, hal. 57).

    Inilah pentingnya ilmu agama. Dengan ilmu agama ini, seseorang bisa mengetahui mana jalan–jalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah Jalla wa ‘Ala dan mana jalan–jalan yang malah menjauhkan dirinya dari Allah. Dengan ilmu agama seseorang bisa membedakan jalan yang benar dan mana jalan yang salah. Salah satu jalan yang menjauhkan kita dari Allah adalah bid’ah.

  5. ”Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.” (Al Baqarah : 153)
  6. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda: ‘Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya’. (HR. Muslim, lihat juga Kumpulan Hadits Arba’in An Nawawi hadits ke 36).
    Subhanallah! Suatu hadits yang sangat berharga sekali. Kita perlu camkan baik – baik hadits tersebut. Ingat baik – baik bahwa Allah akan senantiasa menolong kita selama kita suka menolong saudara kita. Tolonglah saudara kita, sehingga Allah pun berkenan menolong urusan kita.

    Sebagai penutup, baiknya kita catat dengan tinta emas di hati kita dua ayat ini. Agar timbul semangat dan kita tidak patah hati bila menghadapi masalah yang ada dalam hidup ini. Ini dia,
  7. ”Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al Baqarah : 214)
  8. ”Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang – orang yang beriman.” (Ar Ruum : 47).
Referensi :
  1. Al Qur’anul Karim
  2. Imam Nawawi, Hadits Arbain
  3. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Asbaabu Nashrillaahi lil Mu’miniin ‘alaa A’daa ihim, Daar al Imam Ahmad, Cet. I, 2003 M, terj. Tim Pustaka Ibnu Katsir, Wahai Kaum Muslimin Raihlah Pertolongan Allah, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cet. I, Juli 2005 M
  4. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Man Al Faiz?, Darul Wathan, Riyadh, Cet. I, Terj. Abdul Khalik, Siapakah Orang yang Beruntung?, Pustaka Laka, Bogor, Cet. I, 2005 M
Written by:  Chandraleka
hchandraleka(at)gmail.com
Semoga terhitung menolong agama Allah Jalla wa ‘Ala
Sumber : Perpustakaan-Islam.com

Sumber materi : https://pengusahamuslim.com/171-bagaimana-agar-turun-pertolongan-allah.html
Sumber foto : https://fr.pinterest.com/pin/297308012874200637/

Kamis, 11 Februari 2016

Inilah Gunung Dunia yang Ada di Surga




Tahukah anda bahwa ternyata ada gunung di dunia yang nantinya bisa ditemui di surga? Dari sekian banyak gunung yang ada di bumi, gunung yang satu ini memang sangat istimewa.

Salah satu makhluk Allah tersebut menjadi saksi bisu terjadinya perang hebat yang pernah dilalui kaum muslimin. Di dalamnya terdapat gua yang menjadi tempat persembunyian Rasulullah SAW dan tiga rekannya saat dicari oleh lawan.

Gunung ini menjadi salah satu gunung yang dicintai oleh Rasulullah. Bagi yang sudah melihatnya di dunia, mungkin saja bisa kembali melihatnya di surga. Gunung apakah yang dimaksud? Berikut ringkasannya.

Gunung bumi yang juga akan ditemukan di surga adalah Gunung Uhud. Gunung yang terletak sekitar tujuh kilometer dari Kota Madinah ini memiliki ketinggian sekitar 1.077 meter dengan panjang perbukitan hingga 6 kilometer. Umat Islam yang melaksanakan Haji dan Umrah bisa menyempatkan diri untuk datang ke gunung ini. Rasulullah SAW bersabda:

“Bukit Uhud adalah salah satu dari bukit-bukit yang ada di syurga. (H.R. Bukhari)

Rasulullah SAW juga menyatakan kecintaan terhadap gunung ini dalam sebuah hadistnya. Dari Anas bin Malik R.A, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Uhud adalah satu gunung yang mencintai kami dan kami juga mencintainya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Gunung Uhud berwarna cokelat tua dimana gunung ini berdiri sendiri dan tidak bersambungan dengan gunung lain seperti gunung pada umumnya. Sehingga jika ada gunung di sekitarnya mengalami gangguan, maka tidak akan berpengaruh terhadap gunung Uhud. Itulah sebabnya masyarakat Madinah menjuluki Uhud dengan sebutan Jabal Uhud yang artinya “gunung menyendiri'.

Gunung Uhud atau Jabal Uhud memiliki nilai sejarah yang sangat besar bagi umat Islam. Gunung ini menjadi saksi bisu perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dalam pertempuran Uhud melawan kafir Quraisy.

Perang Uhud terjadi pada 23 Mac 625 Masehi atau pada 15 Syawal 3 H. Perang ini adalah pertempuran spiritual dan politik yang sebenarnya. Di lembah bukit ini kaum muslimin sebanyak 700 orang melawan kaum musyrikin Makkah sebanyak 3000 orang.Pada perang ini, pasukan diberi pilihan antara kesetiaan pada agama dan kecintaan harta dunia. Jika melihat kondisi pegunungan tersebut, tidak terbayangkan bagaimana sulitnya pertempuran yang terjadi.

Perang Uhud menyisakan kisah pilu. Dimana ratusan sahabat Nabi banyak gugur. Paman Nabi Muhammad SAW, Hamzah bin Abdul Muthalib juga meninggal  dalam peperangan tersebut.

Para syuhada kemudian dimakankan di Bukit ini. Nabi mengatakan, meski pasukan Rasul banyak yang gugur, namun jasad mereka akan tetap mendapat perlindungan dari Allah.

"Mereka yang dimakamkan di Uhud tak memperoleh tempat lain kecuali ruhnya berada di dalam burung hijau yang melintasi sungai surgawi. Burung itu memakan makanan dari taman surga, dan tak pernah kehabisan makanan. Pada syuhada itu berkata siapa yang akan menceritakan kondisi kami kepada saudara kami bahwa kami sudah berada di surga."

Allah SWT kemudian menurunkan ayat yang artinya: Dan janganlah mengira bahwa orang yang terbunuh di jalan Allah itu meninggal (Qs 3:169).

Benar saja, setelah 40 perang berlalu, terjadi banjir besar yang membuat makam  dua  syuhada yakni Hamzah dan Abdullah bin Jahsyin porak-poranda karena banjir ini. Namun ternyata, jasad keduanya masih utuh dan terlihat seperti baru meninggal. Mereka kemudian dikuburkan di tempat lain namun masih dalam kawasan Uhud.

Saat ini, Gunung Uhud banyak dikunjungi oleh para peziarah yang sedang Umrah atau haji.
---------------------
Sumber :  http://www.infoyunik.com/2016/02/inilah-gunung-dunia-yang-ada-di-surga.html

Sabtu, 06 Februari 2016

CEPATLAH BERTAUBAT SEBELUM TERLAMBAT!!!


Hari demi hari berlalu, dosa demi dosa kita perbuat, kemaksiatan demi kemaksiatan menorehkan luka menganga dan noda-noda hitam di dalam hati kita, Maha Suci Allah!!

Seolah-olah tidak ada hari kebangkitan, seolah-olah tidak ada hari pembalasan, seolah-olah tidak ada Zat yang maha melihat segala perbuatan dan segala yang terbesit di dalam benak pikiran, di gelapnya malam apalagi di waktu terangnya siang, innallaha bikulli syai’in ‘aliim (Sesungguhnya Allah, mengetahui segala sesuatu).

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Robb- mu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah (surga) yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang- orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: ‘Ya Robb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.'” (Qs. At Tahriim: 8)

Allahumma, betapa zalimnya diri ini, bergelimang dosa dan mengaku diri sebagai hamba, hamba macam apakah ini? yang tidak malu berbuat maksiat terang-terangan di hadapan pandangan Robb ‘azza wa jalla, wahai jiwa… kenalilah kehinaan dirimu, sadarilah keagungan Robb yang telah menciptakan dan memberikan nikmat tak berhingga kepadamu, ingatlah pedihnya siksa yang menantimu jika engkau tidak segera bertaubat.

Cepatlah kembali tunduk kepada Ar Rahman, sebelum terlambat...

Karena apabila ajal telah datang maka tidak ada seorang pun yang bisa mengundurkannya barang sekejap ataupun menyegerakannya, ketika maut itu datang… beribu-ribu penyesalan akan menghantui dan bencana besar ada di hadapan; siksa kubur yang meremukkan dan gejolak membara api neraka yang menghanguskan kulit kulit manusia, subhaanAllah, innallaha syadiidul ‘iqaab (sesungguhnya Allah, hukuman-Nya sangat keras).

Padahal tidak ada satu jiwa pun yang tahu di bumi mana dia akan mati, kapan waktunya, bisa jadi seminggu lagi atau bahkan beberapa detik lagi, siapa yang tahu?

Bangkitlah segera dari lumpur dosa dan songsonglah pahala, dengan sungguh sungguh bertaubat kepada Robb tabaaraka wa ta’ala.

Semoga Allah memberi kita taufik untuk menjadi hamba yang tidak berputus asa dari luasnya rahmat dan ampunan Allah. Aamiin allahumma aamiin.


-----------------
Sumber : http://on.fb.me/1mjvPmn

Minggu, 10 Januari 2016

Enam Keutamaan Silaturahim

Silaturahim (ilustrasi).
Silaturahim merupakan salah satu kewajiban bagi setiap pribadi Muslim. Dalam Alquran, Allah menegaskan, “Dan bertakwalah kepada Allah yang kalian saling meminta dengan nama-Nya dan sambunglah tali silaturahim.’ (QS. An-Nisa [4]:1).

“Sebarkanlah salam, sambunglah tali silaturahim, dan shalatlah ketika manusia tidur (tahajud) niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.” Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga pemutus tali silaturahim.”

Dalil-dalil di atas menunjukkan arti penting akan kewajiban silaturahim. Sebab, di dalamnya terdapat banyak keutamaan dan keistimewaan. Di antaranya, pertama, dengan silaturahim, kita bisa saling mengenal antara yang satu dan yang lainnya (QS Al-Hujurat [49]: 13). Dengan silaturahim, kasih sayang dan kerja sama yang positif bisa diwujudkan.

Kedua, dengan silaturahim, persatuan dan kesatuan (ukhuwah Islamiah) akan dapat dibangun. Dengan silaturahim, akan timbul rasa saling membutuhkan, solidaritas, dialog, pengertian, dan menguatkan kerjasama dalam perjuangan yang kokoh.

Rasulullah SAW bersabda, “Tangan Allah berada di atas jamaah.” Dalam hadis lain dikatakan, “Persatuan (al-jamaah) itu rahmat dan perpecahan (al-firqah) adalah azab.”

Berdasarkan hadis di atas, Allah SWT senantiasa akan menolong hamba-hamba-Nya yang senantiasa bersatu dan menjauhkan diri dari perpecahan.

Hal ini terbukti dalam sejarah Islam ketika umat Islam bersatu, Allah menolong mereka hingga mampu menguasai sejumlah wilayah bahkan mampu menundukkan dua imperium besar, yakni Romawi dan Persia. Sebaliknya, pada saat umat Islam berpecah belah, terjadilah perang saudara dan saling membunuh hingga merusak kekuatan Islam.

Ketiga, dengan silaturahim, berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat akan mudah diatasi. Baik masalah ekonomi, pendidikan, kebudayaan, maupun lainnya. Keempat, silaturahim juga akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan horizontal yang terjadi di masyarakat.

Sebab, dengan mengedepankan kasih sayang, sikap emosional dalam diri umat yang bisa memicu permusuhan dapat diatasi dengan baik. Dengan demikian, akar persoalan pun akan ditemukan dan bisa diselesaikan dengan damai.

Kelima, dengan silaturahim, berbagai ide-ide dan gagasan yang brilian, inovasi-inovasi, program-program, dan kegiatan-kegiatan yang positif juga bisa diwujudkan.

Ketika umat Islam berkumpul dalam kasih sayang dan semangat kebersamaan, akan muncul ide-ide kreatif dalam memacu umat untuk mencapai kemakmuran bersama. Kondisi ini jauh lebih bermanfaat di bandingkan sendirian. Dan sesungguhnya, kejayaan umat Islam di masa lalu berawal dari silaturahim.

Keenam, dengan silaturahim, akan banyak ilmu pengetahuan yang tersebar. Dengan demikian, akan banyak pula ilmu dan wawasan yang bisa diserap darinya. Dari sini diketahui bahwa silaturahim menjadi media menumbuhkan wawasan persatuan dan kesatuan.

Semoga kita semua diberikan kemudahan untuk senantiasa menyambung silaturahim demi memperkuat ukhuwah Islamiah (sesama umat Islam), ukhuwah basyariah (kemanusiaan), dan ukhuwah wathaniah (semangat cinta tanah air).
-----------------------------
 Sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/09/06/m9x914-enam-keutamaan-silaturahim

Sabtu, 09 Januari 2016

... Kita Bilang Mereka Cacat ...




" ... Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhan - mu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu dan menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu..." (QS. Al - Infitar : 6 - 8)

Kita sering menyebut mereka cacat. Hanya karena matanya yang tak dapat melihat, telinga yang tak mampu mendengar, lisan yang tak mampu berkata - kata, kaki yang tak mampu melangkah, tangan yang tak bisa melakukan apapun. Label yang di berikan manusia lain yang merasa dirinya sempurna. Padahal Allah selalu menciptakan segala sesuatu dengan sempurna. Tak ada satupun ciptaanNya yang tak sempurna. Bahkan manusia adalah sebaik - baiknya ciptaan Allah.

Tak ada satupun kejadian yang tak mengandung hikmah. Manusia di tuntut untuk pandai memaknainya seperti yang Allah tuntun dalam Al - Qur'an. Kadang dengan tubuh yang lengkap dan 'sempurna' kita justru sering menyombongkan tubuh pinjaman ini.

Suatu ketika seseorang bertanya, "Kenapa Allah menciptakan orang cacat ?"
Saya jawab bahwa Allah tidak pernah menciptakan sesuatu yang cacat, cacat hanya label yang di berikan oleh manusia lain. Semua manusia sempurna di hadapanNya.

Mereka yang di beri kekurangan oleh Allah sebenarnya di jadikan alat bagiNya untuk mengajarkan kita agar lebih bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini. Mereka yang kita sebut cacat adalah jalan bagi kita untuk lebih menghargai apa yang Allah berikan dan bersyukur dengan segala nikmat - nikmat yang ada.

Mereka yang di ciptakan Allah tanpa mata, sedang di jaga oleh Allah agar tak bermaksiat dengan matanya. Tapi dari mereka kita bisa melihat banyak hal yang menakjubkan. Seorang Beethouven yang tuna rungu mampu mempesona kita dengan karya - karyanya yang luar biasa indah. Seorang tuna rungu mengarang begitu banyak simponi lagu yang sulit dan indah.

Mereka yang “cacat” tidak pernah minta di lahirkan dalam kondisi demikian. Keadaan tersebut sebenarnya menjadi sebuah pelajaran berharga yang ingin Allah sampaikan pada kita. Mampukah si “cacat” tetap bersyukur dengan keadaan yang dimilikinya ? dan bagi kita yang dilahirkan dengan normal mestinya bisa lebih bersyukur lagi di lahirkan dengan keadaan yang jauh lebih baik.

Rasa syukur itu bisa kita wujudkan dengan memaksimalkan potensi diri untuk berbuat baik kepada sesama, dan membantu mereka yang memiliki keterbatasan itu. Bukan justru mengolok - olok dan menganggap remeh mereka. Karena bisa jadi mereka jauh lebih baik dari kita.

Ternyata keterbatasan tidak membuat mereka berbeda dengan yang normal dan lengkap secara jasmani. Bahkan kiprah mereka jauh lebih banyak dari yang di lakukan orang normal. Dari sini seharusnya kita yang normal ini mampu bercermin dari semangat dan kegigihan mereka. Dari mereka kita harus mampu mengambil banyak pelajaran yang bisa kita terapkan dalam meraih prestasi. Kalau mereka yang berada dalam kondisi terbatas saja mampu melakukannya, seharusnya kita bisa melakukannya lebih baik lagi.

Yang terutama dari semua itu adalah bentuk rasa syukur kita terhadap apa yang sudah kita terima sebagai nikmat. Sikapi semua kejadian dengan sikap terbaik kita. Lihatlah saudara - saudara kita yang hidup dengan keterbatasan sebagai cermin untuk rasa syukur kita.
--------------------
Sumber : http://www.kompasiana.com/maya.purnami/kita-bilang-mereka-cacat_54ff4d99a33311bd4c50fb0e