olah:Hanan Putra--
Setiap orang menyadari, pahala shalat berjamaah di
masjid 27 kali lipat daripada shalat sendirian. Pahala 27 derajat
tersebut sudah pasti didapatkan, sementara pahala shalat sendirian belum
pasti adanya. Orang yang cerdas, tentu akan memilih yang 27 kali lipat
tersebut.
Namun, realitasnya masjid-masjid tetap sepi dari
mereka yang menunaikan shalat berjamaah. Beberapa mushalla bahkan ada
yang tutup ketika shalat Zhuhur dan Ashar. Apa yang sebenarnya salah
dari umat ini?
Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal KH Ali
Musafa Ya'qub, perlu ada reorientasi ibadah dalam shalat berjamaah. Umat
perlu diingatkan apa sebenarnya yang mereka cari ketika menunaikan
shalat. Berikut petikan wawancara selengkapnya bersama wartawan
Republika Hannan Putra.
Bagaimana kondisi masjid-masjid di Indonesia?
Secara umum, saya termasuk yang prihatin. Sebab, di Indonesia ini orang
berlomba-lomba gede-gedean masjid, kemudian berlomba-lomba pula
kosong-kosongan masjid. Jadi, itu yang memprihatinkan.
Apa penyebab umat jauh dari masjid?
Saya tidak tahu persis. Misalkan, tentang shalat berjamaah. Itu hampir
menggejala, orang Indonesia tidak menyukai shalat berjamaah. Saya sudah
amati di mana-mana. Tidak ada rasa penyesalan kalau dia tidak shalat
berjamaah.
Padahal, sebenarnya shalat berjamaah dengan shalat
sendirian itu kan pekerjaannya sama. Misalkan, shalat Zhuhur atau Isya
itu kan sama-sama empat rakaat, baik sendiri-sendiri ataupun berjamaah.
Namun, kalau berjamaah sudah pasti mendapatkan pahala 27. Itu pasti,
meskipun jelek shalatnya. Kalau sendirian belum pasti mendapatkan satu.
Mengapa belum pasti? Karena yang diterima itu yang baik saja. Kalau yang
tidak baik, ya tidak diterima.
Namun, orang Indonesia itu
lebih senang shalat sendirian daripada berjamaah, umumnya begitu. Tidak
ada rasa penyesalan kalau shalat tidak berjamaah. Padahal, kehilangan 27
dan belum pasti mendapatkan satu, itu mestinya ada rasa penyesalan.
Tapi, ternyata tidak ada.
Kadang, saya bertanya-tanya,
sebenarnya siapa yang ngajarin mereka begitu. Saya pernah dulu waktu mau
shalat Zhuhur berjamaah di kawasan Tebet. Waktu sampai di sana, saya
sudah ketinggalan. Akhirnya, saya menunggu orang yang mau datang. Jadi,
ada seorang abang yang datang. "Assalamualaikum, Bang. Abang belum
sembahyang Zhuhur ya?"
"Belum," jawabnya.
"Ayo kita shalat berjamaah."
Kemudian dia bilang, "Ayo Bapak dulu, silakan dimulai, saya mau wudhu
dulu. Akhirnya, saya mulai. Bacaan saya panjang-panjangkan. Saya pikir,
setelah wudhu dia akan menjadi makmum saya. Ternyata, saya tunggu-tunggu
sampai saya salam dia gak jadi makmum saya. Ternyata, dia shalat di
pojokan sana. Jadi saya bertanya, mengapa dia seperti itu? Siapa sih
yang ngajarin orang Indonesia sampai tidak suka berjamaah. Inilah yang
menyebabkan banyak masjid kosong.
Seberapa jauh peran ulama mengajak umat untuk kembali ke masjid?
Dulu, di Masjid Istiqlal itu, Pak Tarmizi Taher sampai marah-marah. Kok
orang-orang para peziarah dan turis yang datang ke Masjid Istiqlal itu
tidak mau shalat berjamaah dengan imam di Masjid Istiqlal. Itu sering
sekali terjadi.
Saya sampai bagikan selebaran (kepada mereka).
Saya sebutkan hadisnya dan macam-macam. Salah satunya hadis yang
diriwayatkan Imam Abu Daud ada salah seorang yang bernama Yazid.
Rasulullah kan sedang shalat, tapi Yazid ini duduk aja di pinggir
masjid. Setelah itu, dipanggil Rasulullah. "Wahai Yazid, mengapa kamu
tidak ikut shalat berjamaah. Bukankah kamu orang Islam?"
Nah,
kata-kata ini menunjukkan bahwa perilaku Yazid itu bukan perilaku orang
Islam. Kok orang shalat berjamaah dia ngobrol dengan temannya. Yazid
mengatakan, "Saya sudah shalat di rumah ya Rasulullah." Tapi, Rasulullah
mengatakan, kalau kamu sudah shalat di rumah kemudian ada shalat
berjamaah kamu harus ikut shalat berjamaah bersama mereka. Bagimu, itu
merupakan sunah."
Di Indonesia, tidak ada perhatian seperti
itu. Di Masjid Istiqlal selalu seperti itu. Seperti yang banyak itu
waktu shalat Ashar. Itu mereka tidak mau ikut shalat berjamaah. Setelah
saya tanya, "Mengapa bapak ibu tidak mau ikut shalat?" Mereka menjawab,
"Kami musafir, Pak."
Kok seperti itu, musafir itu tidak ada
larangan shalat berjamaah. Menurut mazhab Syafi'i, orang yang shalat
qashar tidak boleh bermakmum dengan orang yang tidak qashar, begitu.
Bukan maksudnya tidak boleh berjamaah. Bahkan, menurut mazhab Hanbali,
orang yang shalat qashar juga boleh bermakmum kepada orang yang
shalatnya tidak qashar.
Ada pula yang beralasan, "Pak, kami ini
sudah punya imam dari kampung, sudah punya pimpinan. Kami shalat
menjadi makmum dia terus. Kalau kami ikut shalat di Masjid Istiqlal dan
mengikut imam di sana maka imam dari kampung kami tidak jadi imam lagi."
Jadi, memang perlu ada reorientasi ibadah, khususnya dalam shalat
berjamaah. Saya penasaran, di Troid Amerika itu shalat Subuh saja sampai
5.000 orang. Kalau betul informasi seperti itu, tentu itu lebih hebat
dari Masjid Istiqlal.
Seberapa penting shalat berjamaah bagi Umat Islam?
Saya sampaikan di mana-mana, Rasulullah tidak pernah shalat fardhu
kecuali berjamaah. Kita ini kadang-kadang ibadah itu orientasinya kepada
fikih, bukan kepada hadis. Dalam fikih dikatakan shalat berjamaah itu
fardhu kifayah. Jadi, cukup dua-tiga orang shalat berjamaah yang lain
tidur semua tidak apa-apa.
Tapi, kalau orientasinya kepada hadis, pernahkah Rasulullah SAW shalatnya sendirian? Tidak pernah. Jadi, kembalikan kepada hadis bukan kepada fikih. Kalau kepada fikih, nanti banyak pendapat.
Bagaimana membiasakan umat untuk shalat berjamaah?
Harus ada yang memberikan contoh. Para ustaz dan para pemimpinnya harus
memberikan contoh shalat berjamaah di masjid. Kalau ustaznya malas,
bagaimana umatnya bisa shalat ke masjid. Dakwah yang paling efektif itu
adalah dengan memberikan contoh, bukan sekadar ngomong.
Kemudian, yang harus disadari, kita harus merasa rugi kalau tidak
berjamaah. Karena dengan shalat berjamaah kita mendapatkan pahala 27 dan
itu pasti, tapi kalau shalat sendirian itu satu dan itu belum pasti.
Kalau orang yang cerdas, dia pasti berjamaah. Karena, dia pasti memilih
yang 27 ketimbang yang satu, kemudian memilih yang sudah pasti ketimbang
yang belum pasti. ed: hafidz muftisany
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/14/05/23/n60jc414-prof-dr-kh-ali-mustafa-yaqub-perlu-reorientasi-shalat-berjamaah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar