oleh :Hanan Putra--
Khusuk mengalahkan rasa sakit jasmani
Selepas kemenangan kaum Muslimin atas kaum kafir di perang Dzatur
Riqa', Rasulullah bersama pasukan kaum Muslimin langsung bertolak ke
Madinah. Dalam perjalanan, pasukan kaum Muslimin terpaksa bermalam di
sebuah tempat. Lantas disuruhlah dua orang sahabat Rasulullah ‘Ammar bin
Yasir dan ‘Abbad bin Bisyir untuk berjaga-jaga di tempat yang disebut
pintu Syi'b.
Kedua sahabat yang kelelahan tersebut bersepakat
untuk jaga malam secara bergantian. Melihat 'Ammar yang sangat
kelelahan, 'Abbad meminta rekannya untuk tidur lebih dahulu. Ia pun
mulai berjaga-jaga.
Melihat lingkungan sekelilingnya aman dan
hening, terlintaslah dalam pikirannya untuk mengisi waktu dengan shalat
malam. Bukankah ia bisa memperoleh pahala berlipat?
Ketika
tengah khusyu' dengan bacaan shalatnya, tanpa disadari 'Abbad, ada
sepasang mata yang mengincarnya. Sejurus kemudian, sebatang panah pun
menancap di pangkal lengannya. Herannya, panah itu diabaikannya begitu
saja. Ia terus melanjutkan shalatnya seakan tidak terjadi apa-apa.
Tak lama berselang, panah kedua dan ketiga pun berdesing menghujam
tubuhnya. Namun, 'Abbad tetap saja bersikap tenang seperti tak terjadi
apa-apa. Panah yang menancap di tubuhnya itu secara perlahan dicabutnya,
lalu ia teruskan shalatnya. 'Abbad yang hampir sekarat itu terus
menyelesaikan shalatnya. Setelah salam ke kanan dan kekiri, barulah ia
tarik rekannya 'Ammar yang tertidur.
Spontan saja, ‘Ammar yang
baru terbangun dari tidurnya sangat kaget melihat rekannya yang sudah
bersimbah darah. "Gantikan aku mengawal, karena aku telah kena," tutur
'Abbad dengan sisa tenaganya.
Si pemanah pengecut itu pun lari
tunggang-langgang melihat banyak di antara kaum Muslimin yang sudah
terbangun. “Subhanallah, mengapa aku tidak dibangunkan ketika kamu
dipanah yang pertama kali tadi?" tanya 'Ammar kepada 'Abbad.
"Ketika aku shalat tadi, aku membaca beberapa ayat Alquran yang amat
mengharukan hatiku, hingga aku tak ingin untuk memutuskannya. Demi
Allah, kalau bukan karena takut mengabaikan tugas yang diperintahkan
Rasulullah, aku akan biarkan orang itu membunuhku hingga aku selesaikan
bacaanku," ujar 'Abbad. Demikian seperti dikisahkan dalam Bidayah wan
Nihayah Karangan Imam Ibnu Katsir.
Sedemikian hebatkah kekuatan
khusyuk sehingga mampu menghilangkan rasa sakit dipanah? Seorang 'Abbad
bin Bisyir secara sukarela dipanah dan hampir terbunuh hanya karena
tidak ingin memutuskan shalatnya. Pastilah ada suatu kenikmatan luar
biasa dalam khusyuknya yang bisa melebihi rasa sakit akibat ditembus
panah.
Demikian juga agaknya ketika Ali bin Abi Thalib yang
pernah tertusuk panah. Seperti dikisahkan dalam Tafsir Kasyf al-Asrâr
Maibadi, sebuah anak panah pernah menembus kaki beliau hingga mengenai
tulangnya. Meski telah diusahakan untuk mencabut, namun tidak kunjung
berhasil. Satu-satunya cara untuk mencabutnya adalah dengan menusukkan
anak panah tersebut sampai benar-benar tembus, kemudian mematahkan
ujungnya. Barulah panah itu bisa dicabut.
Ali bin Abi Thalib
pun meminta agar anak panah tersebut dicabut ketika ia tengah menunaikan
shalat Ashar. Benar saja, ketika beliau tengah khusyuk dengan
shalatnya, seorang tabib datang untuk mencabut anak panah itu. Sedangkan
Ali bin Abi Thalib sama sekali tak merasakan kesakitan. Tatkala beliau
memberikan salam, Ali langsung berujar, “Sekarang lukaku agak ringan.”
Khusyuk seperti inilah yang tak ingin dilewatkan para sahabat ketika
shalat. Kenikmatan 'bercakap-cakap' dengan Allah telah menjadi penawar
dari segala bentuk kesakitan. Jika sakit yang nyata seperti tertusuk
panah saja bisa lenyap dengan shalat, apalagi dengan sakit ruhani.
Hati yang tidak tenang, pikiran yang buntu, dan jiwa yang ada dalam
kegalauan. Shalat dengan khusyuklah yang menjadi penawar semua itu.
Ketika mengadukan semuanya kepada Allah maka segala persoalan pasti akan
diselesaikan oleh Yang Mahakuasa. Pantas saja Allah berfirman, "Minta
tolonglah kalian dengan sabar dan shalat. Namun, yang demikian itu
sungguh berat, melainkan bagi orang-orang yang khusyuk," (QS al-Baqarah
[2]:153).
Khusyuk bukan berarti lupa segala-galanya. Seperti
didefenisikan Imam Ibnu Rajab, khusyuk berarti kelembutan, ketenangan,
ketundukan, dan kerendahan diri dalam hati manusia kepada Allah SWT.
Intinya, seorang hamba menyadari bahwa ia tengah berkomunikasi dengan
Allah. Ketahuilah, di akhirat nanti, kenikmatan terbesar seorang hamba
ketika menemui Rabb mereka di surga. Bagaimanakah kiranya, ketika mereka
bisa merasakan itu di dunia?
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/14/05/23/n60jc413-khusyuk-jadi-pengobat-luka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar