REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhbib Abdul WahabSetiap orang pasti pernah merasakan takut, mulai dari takut digigit ular, takut kehilangan jabatan, hingga takut kepada Tuhan.
Dalam
psikologi agama, sebagian manusia mencari dan membutuhkan Tuhan, antara
lain karena adanya rasa takut dalam diri terhadap kekuatan gaib.
Manusia
takut kepada kekuatan dahsyat yang ada di alam raya ini, seperti gunung
meletus, angin puting beliung, banjir bandang, tsunami, dan sebagainya,
sehingga membuatnya mencari pelindung, pemberi rasa aman dan
keselamatan hidupnya.
Secara psikologis, takut adalah kondisi
psikis (kejiwaan) yang diliputi rasa khawatir, kegalauan, ketakutan,
was-was, atau kurang nyaman terhadap sesuatu yang tidak disukainya itu
jika terjadi pada dirinya. Takut bisa saja menjadi energi positif, jika
dimaknai secara postif, demikian pula sebaliknya.
Kata takut dalam al-Qur’an, antara lain, dinyatakan dengan khauf dan khasyyah. Kata khauf lebih umum daripada kata khasyyah. Khasyyah menunjukkan rasa takut yang lebih spesifik, dan disertai pengetahuan (ma’rifah).
Khasyyah disematkan kepada ulama (ilmuwan, saintis yang takut kepada Allah). Hal ini seperti diisyaratkan oleh firman-Nya: “Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (QS. Fathir [35]: 28)
Takut dalam arti khasyyah hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu seperti Nabi SAW sesuai dengan sabdanya: “Sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa dan paling takut kepada Allah di antara kalian”.
Sedangkan takut dalam arti khauf cenderung dimaknai menghindar dan lari dari yang ditakuti. Akan tetapi, khasyyah merupakan takut yang cenderung berpegang teguh kepada ilmu atau pengetahuan akan yang ditakuti dan kepada kebesaran-Nya.
Dalam kajian akhlak tasawuf,
takutnya Mukmin harus dimaknai secara positif, yaitu rasa takut yang
menyebabkannya melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan Allah
dan Rasul-Nya.
Jika rasa takutnya meningkat, Mukmin tidak merasa
cukup dengan hanya melaksanakan kewajiban, melainkan juga melengkapinya
dengan amalan sunnah, dan menjauhi hal-hal yang berbau syubhat (grey area, abu-abu, samar-samar status hukumnya).
Setidak-tidaknya ada enam hal yang harus ditakuti Mukmin, yaitu, pertama, takut siksa Allah yang ditimpakan kepadanya karena dosa-dosa yang pernah diperbuatnya.
Kedua, takut tidak dapat menunaikan kewajiban kepada Allah SWT dan kepada sesama. Ketiga, takut tidak diterima amal ibadah yang dilakukannya, sehingga amalnya menjadi sia-sia belaka.
Keempat, takut dihadapkan kepada aneka fitnah (akibat perilakunya) dan kemurkaan Allah yang akan menimpanya di dunia. Kelima, takut su’ul khatimah (akhir kehidupan atau kematian yang buruk). Keenam, takut azab kubur, pengadilan dan azab Allah di akhirat kelak.
Oleh karena itu, menurut Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, takut kepada Allah SWT itu hukumnya wajib.
Karena takut kepada Allah itu dapat mengantarkan hamba untuk selalu
beribadah kepada-Nya dengan penuh ketundukan dan kekhusyukan.
Siapa
yang tidak takut kepada-Nya, berarti ia seorang pendosa, pelaku
maksiat. Karena tidak takut kepada Allah, koruptor semakin merajalela,
semakin serakah, dan tidak lagi memiliki rasa malu.
Sesungguhnya
mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan
teman-teman setianya, karena itu janganlah kamu takut kepada mereka,
tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu orang-orang beriman. (QS. Ali Imran [3]: 175)
Muslim yang memaknai takut secara positif pasti akan bervisi masa depan, menyiapkan generasi yang tangguh, kuat, dan unggul.
Allah SWT berfirman: “Dan
hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata
yang benar. (QS. an-Nisa’ [4]: 9)
Di atas semua itu,
memaknai takut secara positif dapat mengantarkan hamba meraih dan
merengkuh rasa cinta paling tinggi, yaitu ridha, sehingga pada
gilirannya dapat meraih surga-Nya.
“Balasan mereka di sisi
Tuhan mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan
mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. al-Bayyinah [98]: 8)
Takut
kepada Allah SWT menjadikan hamba semakin dekat dan intim dengan-Nya,
sehingga ia tidak lagi takut kehilangan jabatan, takut kepada atasan,
atau takut tidak memiliki masa depan. Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber
: Materi Kuliah Subuh yang disampaikan oleh Bapak Drs. A. Muis di Masjid Nurul
Hikmah Jl. Darmapala Palembang tanggal 04 Nopember 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar